Sabtu, 04 November 2017

MENGAWAL BUNI YANI KE PENJARA: CURHAT KE FADLI ZON, DITINGGAL ANIES, RIZIEQ, SBY, PRABOWO


Berita Dunia Jitu - Buni Yani mendekati akhir cerita. Dia dipastikan akan masuk ke bui seperti yang dikriminalisasi: Ahok. Meskipun dia mengeluh dan curhat kepada junjungannya Fadli Zon, dia tetap akan dipenjara. Meski banyak yang membelanya dan setiap satu atau dua pekan persidangan kaum Bumi datar, celana cingkrang, daster Arabia dan jidat gosong selalu memenuhi persidangan. Penyidangan yang sudah diatur di Bandung itu untuk mengamankannya memang.

Namun, akankah dia bebas sesuai dengan rancangan awal mereka untuk membebaskannya – setelah mereka berhasil mengriminalisasi Ahok? Bagaimana peta besar pengaruh politik dalam kasus Buni Yani bisa dipahami publik? Ataukah dia akan dipenjara sesuai dengan hukum? Mari simak rangkaian peristiwa di luar hukum yakni pengaruh politik-hukum berikut ini.

Rizieq Kabur ke Negeri Onta Wahabi

Rizieq FPI sudah terasingkan diri dengan keluarganya menjalani umroh abadi terlama yang tidak sesuai dengan aturan ibadah umroh. Sepanjang yang dipahami oleh umum, umroh biasanya dilakukan sekitar seminggu atau dua minggu. Awalnya manusia Rizieq dipastikan akan berjuang untuk membebaskannya dengan demo-demo berjilid mengawal Buni Yani di pusat dan markas para bigot terbesar di Indonesia: Jawa Barat.

Namun, keburu Rizieq kabur ngacir ke negeri onta penikmat ajaran Wahabi untuk menghindari sangkaan dan jadi kriminal buronan perbuatan chat mesum berlendir berbau selangkangan dengan Firza Husein. Pembuangan terhadap pentolan FPI ini menyebabkan tidak ada satu pun demo mendukung Buni Yani di Jawa Barat.

MUI Dibawa ke Islam Rahmatan Lil Alamin

Untuk menyingkirkan para pemanfaat perbuatan biadab manusia bigot Buni Yani, FUI, GNPF-MUI, FPI dan bahkan HTI utamanya, maka yang menjadi kekuatan utama ditarik: Ma’ruf Amin. Hengkangnya dari pelukan para pengikut Islam radikal itu membuat ormas-ormas pembenci pluralisme itu kehilangan alasan yang bisa ditunggangi untuk menjalankan aksi mereka.

Akibat langsungnya, dukungan untuk Buni Yani makin mengeret dan mengecil. Dia tak akan mendapatkan suara dan dukungan dari MUI. Hal ini disebabkan oleh perubahan posisi MUI yang sangat fenomenal dalam kisruh politik dua dimensi yang menargetkan makar dan menjatuhkan Jokowi dan kriminalisasi Ahok.

MUI dijadikan sebagai spear head yang pada saat bersamaan ditunggangi – dengan produksi fatwanya. Ingat MUI selepas memfatwakan soal Ahok bulan Desember 2016 mengeluarkan fatwa tentang topi Santa Klaus. Untuk meredamnya, tiada lain cara selain dengan memeluk dan memasukkannya ke gerbong NKRI.

SBY Didikte Menjauhi Islam Radikal

Meskipun melakukan pembiakan dan pemeliharaan terhadap gerakan Islam radikal – dengan melakukan pembiaran tumbuhnya ormas radikal seperti HTI, FPI, FUI, dan berbagai majelis taklim dan penguasaan under-ground terhadap masjid-masjid di Indonesia – kini SBY dipastikan akan lari dari pelukan gerombolan Islam radikal.

Faktor yang utama adalah gerakan Islam radikal ini selalu menggerogoti uang dari para penyumbang yang terafiliasi dengan rezim korup SBY seperti mafia Petral M. Riza Chalid, para kongsi saudagar dan politikus semprul dan koruptor, serta para teroris. Ini yang membuat SBY lari tunggang langgang – meskipun sebagai provokator dan kompor kisruh politik kriminalisasi Ahok berhasil mulus.

Manuvernya menggandeng Islam radikal di Pilkada DKI 2017 dinilai kontra produktif bagi perkembangan jangka panjang karir politik Agus. Faktor Agus ini menjadi pertimbangan kedua keputusan SBY untuk menjaga jarak dengan Islam garis keras. Nah, pengaruh SBY ini pun memengaruhi dukungan kepada Buni Yani secara tidak langsung.

Gerindra dan Prabowo Jauhi PKS, Demokrat, PAN

Terjadinya perpecahan akibat masuknya Agus dalam konstelasi politik tak terhindarkan. Posisi Demokrat, PAN, Gerindra, dan PKS pun tidak lagi solid. Mereka pecah menjadi dua kubu di Pilpres 2019 untuk sementara: Gerindra dan PKS akan mengusung Prabowo, dan Demokrat dan PAN akan mengusung Agus. Namun, dengan perpecahan ini Prabowo tersingkir karena kurangnya dukungan parpol minimal 20-20% kursi di DPR atau suara nasional.

Pun Agus beberapa waktu lalu ‘dititipkan’ di dalam haribaan pemerintahan Jokowi. Agus dinilai politisi santun yang bisa menyelamatkan dinasti politik SBY yang coreng-moreng terkait penuh skandal korupsi para pentolan Demokrat. Untuk itu, maka Agus dijauhkan dari dunia kegelapan partai. Ibas pun mendukung. SBY pun menjauhi aliansi dengan Gerindra dan PKS.


Peerubahan seperti ini membuat kaitan dengan Islam radikal dijauhi para politikus. Tak terkecuali SBY yang memiliki catatan panjang soal peradilan dan hukum tidak tertarik menancapkan kakinya untuk membela Buni Yani – yang telah berjasa mengangkat nama Agus di dunia politik.

Faktor Jusuf Kalla

Publik paham sekali bahwa kemenangan Anies di DKI adalah berkat dukungan masif keluarga dan Jusuf Kalla, seperti Aksa Mahmud dan Erwin Aksa. Pengaruhnya memang luar biasa. Hingga manusia sesama dari Sulsel seperti Nurdin Halid – pun bertekuk lutut menghadapi persaingan dengannya.

Bahkan publik paham munculnya ide kampanye SARA dengan memakai masjid sebagai tempat memecah-belah umat Islam yang dimunculkan oleh Eep Saefulloh juga dibiarkan oleh Jusuf Kalla.

JK ini memiliki kekuatan dan pengaruh yang sangat hebat dan memiliki banyak teman di mana-mana. Orang sekelas dan seintegritas Baharuddin Lopa pun tidak mampu menembus kekuatan ketika kasus Akbar Tandjung terkait dana non budgeter Bulog menggelinding.

Maka, kini menjelang dijatuhkannya vonis hukuman untuk Buni Yani, publik menonton dengan penuh antusias. Karena faktanya, dengan postingannya, kriminalisasi Ahok berlangsung mulus dan Anies yang mereka dukung berhasil mengalahkan Ahok.

Saracen Dibasmi

Selain faktor di atas, maka yang juga penting dan menggencet kalangan Islam radikal adalah dibantainya Saracen. Pembongkaran Saracen untuk sementara menjadi alat bargaining politik yang juga snagat berisiko meledak.

Buni Yani diketahui berhubungan dan merangkul bukan hanya Anies, namun juga Asma Dewi dan kalangan HTI. Saracen yang sebagian pentolannya dibuktikan juga sebagai simpatisan dan pendukung Gerindra dan Prabowo, juga SBY dalam Pilkada DKI Jakarta.

Dengan dihancurkannya Saracen – anak-anaknya tetap berkembang – maka dipastikan dukungan terhadap Buni Yani menyurut dan mengeret. Ini dapat dipahami karena siapa pun yang mencoba berkomunikasi dan bergerak untuk pembelaan hukum hitam terhadapnya akan diendus dengan mudah. Ini dibuktikan dengan frustasinya.

Maka yang bisa diharapkan ya manusia sesama pikiran Bumi datar. Yang lainnya adalah politikus corong Prabowo yakni Fadli Zon – yang terjebak oleh strateginya sendiri – yang membuat tuannya, si Prabowo tersingkir dari pencalonan Pilpres 2019. Dan pembelaan Fadli Zon tidak akan bermanfaat.

Buni Yani Divonis 1,4 Tahun?

Buni Yani sudah melewati hampir seluruh proses persidangan. Dia kini menjadi penunggu nasib dan mengharapkan seluruh komponen yang diuntungkan untuk membantu dirinya. Yang menjadi masalah adalah, kini semua beneficiaries (penerima keuntungan) dari kisruh postingan dan editan video Buni Yani sudah minggat meninggalkan dirinya.

Nah, untuk memahami kemenangan dan kekalahan Buni Yani secara obyektif, maka diturunkan artikel ini agar publik tidak mengalami keterkejutan atas vonis terhadapnya. Secara prinsipil dan hukum dia pasti bersalah. Namun, kekuatan pengaruh politik yang berkembang juga memengaruhi keputusan hakim.

Sampai detik ini, berdasarkan endusan, kekalahan Buni Yani ada pada angka 51% berbanding 49%. Ini sangat berbahaya. Jika pun dibui diperkirakan dia akan dipenjara kurang dari 2 tahun; entah 1,6 tahun, atau 1 tahun bahkan hukuman percobaan. Untuk itu segala cara dikerahkan agar pemenjaraan atas orang apkiran tak bermanfaat bagi bangsa Indonesia ini tetap berlaku dengan baik.

Sumber

Tidak ada komentar:
Write komentar