Sabtu, 04 November 2017

AHOK GURU BANGSA, JOKOWI PELAYAN RAKYAT: PEMIMPIN TAK PERNAH MATI

AHOK GURU BANGSA, JOKOWI PELAYAN RAKYAT: PEMIMPIN TAK PERNAH MATI

Berita Dunia Jitu - Ahok. Jokowi. Dua nama itu bukan nama sebenarnya. Itu julukan untuk sosok dua manusia yang unik. Unik artinya berbeda dengan lainnya. Sulit memang ketika melihat lebih dekat, lebih mendalam, lebih merenungi, lebih sederhana, untuk tidak keluar rasa kebenaran di dalam jiwa. Tampaknya dua orang pemimpin – saya sangat jarang menyebut politikus dengan nama pemimpin- rakyat itu membangun sepak terjangnya sudah sejak di dalam hati, jiwa, dan pikiran mereka.

Setelah melalui berbagai peristiwa, melihat fenomena kekuatan yang saling beradu, juga konsistensi Jokowi dan Ahok dalam menghadapi kenyataan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, kedua orang itu kini menjadi simbol kerakyatan di Indonesia. Ahok menjelma menjadi besar dan mengarah menjadi Guru Bangsa – mengikuti mentor politiknya Gus Dur. Jokowi menjadi pelayan rakyat, dan menggeser kebesaran palsu eyang saya Presiden Soeharto, sebagai Bapak Pembangunan yang sesungguhnya.

Ahok. Jokowi.

Sebagai pribadi, mereka berangkat dari keluarga yang berbeda dalam konteks ekonomi kerakyatan. Ahok tumbuh dalam keluarga yang mapan dan nyaman tenteram bahagia dunia akhirat. Sementara Jokowi melewati masa kecil yang berbeda. Jokowi pernah tinggal di hunian kumuh dekat bantaran sungai. Namun ada kesamaan yang diajarkan oleh kedua keluarga mereka. Kesederhaanaan.

Ahok. Jokowi.

Pendidikan menjadi hal yang penting bagi keluarga mereka. Jika Ahok belajar, maka Ahok tidak mengalami hambatan dalam menentukan pendidikannya. S-1, S-2 tidak menjadi masalah sama sekali. Demikian pula Jokowi tidak terlalu mengalami hambatan dalam belajar.

Universitas yang mereka tuju pun menerimanya. Dasarnya: otak mereka yang waras. Jokowi pun belajar tentang kayu, tentang manajemen, kehutanan, pertanian, tanah. Ini tentang kerakyatan, tanah terkait dengan hajat hidup rakyat.

Ahok belajar tentang angka-angka, akuntansi, untung-rugi, kecermatan, dan manajemen. Ini tentang administrasi keberpihakan kepada rakyat. Ahok adalah Bupati Belitung Timur pencetus program KJP (Kartu Jaminan Kesehatan) paling awal di Indonesia.

Keduanya memahami pendidikan tinggi adalah alat untuk berpikir logis, alat untuk berpikir secara holistik. Di kemudian hari, tempaan pendidikan dan pola pikir logis ini bermanfaat bagi DKI Jakarta dengan membangun sistem dan tata kelola pemerintahan yang kredibel.

Ahok. Jokowi.

Ahok memasuki dunia politik, di tengah kenyamanan kehidupan, dan bertekad memaknai dan menandai hidupnya untuk membangun bangsa. Kecintaannya kepada bangsa dan negara membuatnya keluar dari tradisi umum kelas menengah: kuliah, lulus, kerja, beranak, dan menjadi tua menikmati pensiun dengan ongkang kaki di kursi goyang. Ahok tidak seperti itu. Ahok lari dan menjadikan parpol sebagai kuda tunggangan.

Jokowi muda tertatih dalam tempaan kemandirian usaha yang diterapkan oleh keluarganya ketika usaha mereka mulai merangkak naik. Pakde dan keluarganya menjadi mentor yang begitu kuat mengajarkan kesuksesan. Keberhasilan yang tidak membuat dirinya jumawa, mentang-mentang, dan tidak seperti kedele lupa kulitnya.


Catatan perjalanan ke berbagai negara memasarkan mebel produksinya, salah satunya ke Amerika Serikat tentu membuat orang terharu. Tak disangka orang ceking menenteng dan menarik koper sendirian itu akan bertemu suatu saat dengan Presiden Amerika Serikat, akan bertemu dan sejajar dengan pemimpin besar Vladimir Putin misalnya.

Ahok sebagai Guru Bangsa

Ahok yang dipenjarakan malah muncul sebagai ujung tombak kebenaran kemanusiaan. Dia mulai menapaki dirinya menjadi guru bangsa. Pemenjaraannya mengarahkan dirinya menjadi sosok yang lebih besar. Pemenjaraan menguatkan dirinya tentang berdamai dengan diri sendiri, tentang makna dan esensi kebenaran, tentang nilai kehidupan, yang lebih dalam.

Ahok menyadari bahwa pemenjaraan fisik – dan ancaman pembunuhan – selalu dialami oleh para pemimpin besar: Che Guevara, Fidel Castro, Bung Karno, Nasser, Mahatma Gandi, dan sebagainya. Ahok pun paham perjuangan heroik Soe Hok Gie, Tan Malaka, dan bahkan ikon terbesar demokrasi dan kemanusiaan: Nelson Mandela.

Jokowi dan Ahok Pelayan Rakyat

Indonesia seharusnya beruntung. Di tengah penjerumusan bangsa dan penghancuran bangsa oleh SBY yang melakukan pembiaran, hadir dua sosok pemimpin rakyat: Ahok dan Jokowi. Pemimpin rakyat adalah sosok yang berjuang untuk rakyat. Pejuang untuk rakyat tentu mencintai rakyat, bangsa, dan negara secara konstitusional. Rakyat adalah tujuan.

Akibat mereka membela rakyat, maka salah satu dari mereka, Ahok dikriminalisasi oleh Islam radikal dan kaki tangannya. Kini, Indonesia hanya menyisakan satu nama yang di luar penjara. Jokowi. Ahok dan Jokowi menjadi target dari teroris, Islam radikal, koruptor, mafia, politikus semprul, dan para pengkhianat bangsa. Itu harga yang harus dibayar oleh pejuang. Kenapa mereka masih bertahan?

Jokowi tetap bisa bertahan di tengah badai dan gempuran kanan-kiri, kawan-lawan yang saling berebut kepentingan. Sikut-sikutan tak berujung. Dia tetap saja berdiri tegak dengan kesederhanaannya yang membuat kagum kawan, membuat kesal lawan dalam pengingkaran untuk mengakui kebenaran yang diusung oleh Jokowi – dan Ahok.

NKRI2019

Kini, Indonesia telah kehilangan satu orang baik dan benar dalam koridor kebenaran kemanusiaan yang adil dan beradab: Ahok. Namun Ahok telah menjelma menjadi sosok yang mengarah menjadi besar yang ditakuti, disegani, dicintai oleh lawan dan kawan, sebagai Guru Bangsa. Akankah di NKRI2019 kita kehilangan Jokowi dan hanya membuat kita kembali ke rezim lama SBY dan eyang saya Presiden Soeharto dan kehancuran bangsa menganga di depan mata? Ahok dan Jokowi tak akan pernah mati!

Sumber

Tidak ada komentar:
Write komentar