Minggu, 20 Agustus 2017

Ridwan Kamil Mulai Usil

Ridwan Kamil Mulai Usil

Berita Dunia Jitu - Pilgub Jabar 2018 makin sarat manuver dan bikin penasaran. Bukan saja karena kemunculan sejumlah figur populer yang sempat digadang-gadang namun kembali meredup. Juga karena masih menyisakan ketidakpastian bagi bakal calon yang sebelumnya sangat yakin terusung. Yakni Ridwan Kamil, walikota Bandung, yang dalam sebagian survei memiliki elektabilitas tertinggi.

Menyadari bahwa dirinya bukan kader partai, dan pasti tidak mudah mendapatkan tiket penuh dari sejumlah partai, maka yang sangat diharapkan oleh Kang Emil adalah kerelaan sejumlah partai untuk mengusungnya. Nasdem memang sudah resmi mendeklarasikan dukungan. Tetapi apalah artinya Nasdem yang hanya memiliki 5 kursi saja, padahal syarat mininum seorang bakal calon harus didukung oleh 20 kursi keterwakilan di DPRD Jabar. Masih perlu 15 kursi lagi.

Yang saat ini terbaca di berbagai media, untuk memenuhi syarat minimum itu RK berharap tambahan dukungan dari partai PKB (7 kursi), PPP (9 kursi), plus Hanura (3 kursi). Kabarnya ketiga partai itu sudah berkomunikasi dengan RK, sekalipun ada partai yang kecewa dengan cara komunikasi politik RK yang buruk. Misalnya disebutkan bahwa RK tidak secara personal mendatangi partai tersebut layaknya seorang calon yang membutuhkan dukungan parpol. Ada kesan, di satu sisi RK membutuhkan dukungan parpol, tapi di sisi lain terkesani bahwa RK seperti berharap agar parpol itulah yang membutuhkan dirinya. Mungkin karena merasa surveinya bagus, sehingga RK bersikap demikian. Dan parpol melihat RK sebagai sosok yang sombong, karena merasa diri elektabel..

Selain karena merasa tingkat elektabilitasnya yang bagus di mata sebagian lembaga survei beberapa bulan lalu, sikap yang RK tunjukan kepada partai kecil itu mungkin juga karena RK masih mengandalkan dukungan dari dua partai besar, terutama dari PDIP dan Golkar. Dan media memberitahu kita bahwa RK sudah bertemu dengan para petinggi kedua partai tersebut. Hanya saja, seperti kita ketahui, PDIP mantap menjalin koalisi di berbagai pilkada Jabar, sedangkan Golkar sudah resmi merekomendasi Dedi Mulyadi sebagai cagub Golkar, yang besar kemungkinan pula bareng-bareng diusung oleh PDIP. Sampai di sini, peluang RK diusung oleh PDIP –apalagi Golkar– pupus dan tertutup.

Itulah sebabnya RK sangat berharap dukungan dari ketiga partai menengah selain Nasdem, yakni PPP, PKB dan Hanura. Ketiga partai inilah plus Nasdem yang sangat diharapkan oleh RK untuk memenuhi syarat pengusungan dirinya sebagai cagub. Masalahnya, masing-masing dari ketiga partai tersebut mau mendukung RK dengan syarat kadernya menjadi cawagubnya. Mereka berebut posisi calon wakil gubernur. Dan karena benar-benar berharap dukungan mereka, maka terlihat bahwa RK tidak lagi mempedulikan siapa pun cawagubnya. Asal dirinya bisa diusung sebagai cagub, maka siapa pun cagubnya tidak masalah, sekalipun integritas dan kualitas calon itu tidak baik di mata publik.

Dalam hal ini, RK nampaknya sudah tidak lagi berpikir strategis-ideal. Ia tidak lagi selektif-visioner. Yang ia pikirkan adalah bagaimana agar dirinya bisa mendapatkan tiket pilgub sebagai cagub. Dengan mengandalkan elektabilitas dirinya, RK tidak lagi mempersoalkan bagaimana dan siapa sosok bakal calon wakilnya kelak. Bahkan ketika ada kabar bahwa Aceng Fikri (mantan Bupati Garut yang heboh dengan pernikahan singkat dan kini ketua DPD Hanura Jabar) berminat dan siap menjadi cawagubnya, RK juga menyambut dan menyatakan tidak masalah berduet dengannya.

Tawaran Aceng Fikri ini tentu saja membuat PPP bereaksi keras. Jangankan kepada kader Hanura yang hanya memiliki 3 kursi, bahkan kepada kader PKB yang memiliki 7 kursi pun, PPP keberatan jika cawagub Emil itu bukan dari partainya. Koalisi empat partai kecil-menengah ini terancam tidak jadi, dan RK terancam tak tercalonkan dari koalisi ini.

Menyadari dilematisnya koalisi empat partai ini, Ridwan Kamil kemudian kembali menoleh Golkar dan PDIP. Di sinilah insting politisinya mulai dimainkan. Boleh dikata, ia sekarang sudah mulai memposisikan dirinya sebagai politisi yang “bermain’, atau bahkan “usil.” Pertama, kepada PDIP ia katakan bahwa selagi belum ada janur kuning, maka semuanya masih bisa berubah. RK masih berharap PDIP kembali meliriknya. Ia bermaksud mementahkan kesan bahwa PDIP sudah menutup pintu untuknya. Ia tetap memelihara harapan dari PDIP sambil mencoba mengetuk kembali pintunya. Siapa tahu PDIP kembali menginginkannya.

Kedua, mengetahui bahwa Golkar sudah mengeluarkan surat rekomendasi untuk mengusung Dedi Mulyadi (yang juga ketua DPD Golkar Jabar), Ridwan mulai bermain. Ia tahu rekomendasi itu. Ia juga tahu bahwa Dedi Mulyadi sudah diputuskan secara aklamasi dan bulat oleh seluruh DPC Golkar seluruh Kabupaten/Kota Se-Jabar dalam Rapimda di Rengasdengklok. Namun ia juga tahu bahwa keputusan akhir ada di tangan DPP Golkar pusat.

Itulah sebabnya Ridwan perlu bermain alias usil. Ia bermaksud “mengerjai” Dedi Mulyadi, atau malah ingin menjegalnya dari ajang pilgub ini, melalui partainya sendiri. Di sini, dalam permainan ini, Ridwan bukan saja menginginkan dirinya bisa maju sebagai cagub, tetapi juga berupaya untuk menjegal Dedi Mulyadi agar tidak ikut masuk ring pertarungan Pilgub. Tentu saja ia melihat Dedi sebagai pesaingnya yang berat, bukan saja sebelum resmi pencalonan, tetapi juga saat pertarungan di atas ring dimulai. Jadi, jika bisa mengandangkan Dedi sebelum memasuki arena, mengapa tidak?

Karenanya, untuk tujuan tersebut, Ridwan mewacanakan untuk menduetkan dirinya dengan Daniel Muttaqin dari Indramayu. Siapakah Daniel? Dia adalah anak Yance, mantan ketua DPD Golkar yang sempat tersandung masalah hukum. Daniel saat ini adalah anggota DPR RI dari Golkar. Kepada media ia menyatakan kurang lebih bahwa Daniel adalah anak muda yang potensial dan berprestasi dari Pantura. Padahal sejauh ini publik tidak mengenal siapa sosok Daniel ini. Kalaupun dia disebut Emil berprestasi, entah prestasi apa yang sudah ia capai. Tetapi tentu saja itu tidak penting bagi Ridwan. Sebab, tujuannya bukan mengangkat Daniel, tetapi untuk menggoyang Ki Sunda, Dedi Mulyadi.

Tak pelak, pujian Emil ini membuat Daniel dan timnya berbunga-bunga. Dan segera setelah itu muncul wacana duet Emil-Daniel, sebagai personifikasi sosok Pasundan dan Pantura. Di kalangan tim Daniel, wacana ini terus dihembuskan dengan harapan agar Daniel benar-benar dipasangkan sebagai cawagub Emil. Sementara di pihak Emil, wacana ini diharapkan dapat memecah Golkar dari dalam. Harap dicatat, Daniel adalah kader Golkar dari Indramayu, anak dari mantan ketua DPD Golkar Jabar sebelum Dedi Mulyadi. Kang Dedi sendiri terpilih sebagai ketua Golkar Jabar secara aklamasi dan tidak ada lagi calon yang tampil bersaing saat itu. Diduga kuat, sebagai mantan ketua Golkar Jabar, ayah dari Daniel (Yance) masih memiliki pengaruh ke DPP Golkar pusat.

Nah, setelah wacana duet Emil-Daniel ini muncul, publik dikejutkan oleh pernyataan Nusron Wahid, ketua pemenangan Golkar nasional, yang menyebutkan bahwa Golkar masih membuka pintu untuk Ridwan Kamil. Katanya, keputusan mengusung Dedi Mulyadi belum final. Adapun untuk cawagub Emil, Golkar memiliki sejumlah kader pilihan. Ia menyebut sejumlah nama, seperti Daniel, Neneng Chasanah (bupati Bekasi), dan Rahmat Effendi (walikota Bekasi). Bagaimana dengan Dedi Mulyadi? Katanya, ada kendala teknis untuk menduetkan Ridwan dengan Dedi. Entah apa yang dimaksud dengan kendala itu.

Artinya, dengan memunculkan wacana buka pintu untuk Ridwan Kamil, berarti Golkar seperti menutup pintu untuk Dedi Mulyadi yang notabene adalah kader terbaiknya, yang juga ketua DPD Golkar Jabar yang sudah terpilih secara aklamasi melalui Rapimda Golkar di Karawang. Entah apa yang akan terjadi dalam beberapa hari ke depan. Yang jelas, sebelum keputusan resmi ditetapkan, DPP Golkar akan menungundang Kang Dedi membicarakan ini secara khusus, terutama mengenai hasil perbincangan koalisi dengan PDIP. yang sudah intensif dibangun Kang Dedi. Publik masih harus bersabar menanti akhir dari pencalonan dalam Pilgub Jabar ini.


Tentu saja, manuver yang dilakukan oleh Golkar ini tentu saja mengagetkan relawan dan simpatisan Dedi Mulyadi. Jika saja Golkar tidak jadi mengusung Dedi Mulyadi, dan malah menduetkan Ridwan Kamil dengan kader Golkar lainnya, maka tidak perlu heran jika para relawan dan simpatisan Kang Dedi akan bersikap secara politis.

Perlu diingat, mereka mendukung Dedi bukan karena mendukung atau simpati pada Golkar (sekalipun Dedi adalah kader Golkar); mereka mendukung Dedi karena visi Jabar Sajati Kang Dedi. Artinya, jika Dedi diperlakukan tidak pantas oleh Golkar seperti itu, mereka bisa meninggalkan Golkar. Bahkan, dalam Pilgub 2018 nanti, mereka takkan memilih Ridwan yang diusung Golkar. Karena merasa Ridwan telah menjegal Dedi, maka para simpatisan Ki Sunda akan bersikap tegas dan nyata kepada Ridwan: bukan saja tidak memilihnya, tetapi juga akan memilih siapa saja yang menjadi pesaingnya nanti. Ridwan akan semakin dicap negatif oleh para simpatisan Siliwangi Dedi Mulyadi.

Melihat kondisi ini, yang saya garis bawahi adalah cara bermain Ridwan Kamil belakangan ini. Dulu ia dikenal sebagai teknokrat, arsitek, dan dosen, yang menjadi walikota karena diusung dua partai utamanya. Tetapi belakangan Emil tampil sebagai sosok yang berbeda. Kini ia mulai memperlihatkan dirinya sebagai seorang politisi yang bermain, bahkan “usil” memainkan partai-partai dan orang per orang. Entah apakah permaianannya ini membuatnya berhasil diusung, atau malah menjadi blunder dan menimbulkan antipati publik makin meluas.

Sebagai seorang politisi, sah-sah saja ia melakukan manuver politik apa pun, bahkan seperti manuvernya belakangan ini. Selain membawa-bawa masjid dalam programnya baru-baru ini, yakni dengan program Mesra (Masjid Sejahtera), dengan slogan “Mau Duit, Hayu Ka Masjid”, ternyata ia juga bermain dengan cara lain. Yakni, usil pada partai, dan mengarahkan keusilannya untuk menjegal calon kuat lawannya, Dedi Mulyadi. Menarik juga untuk mengetahui dari mana Emil belajar manuver politik seperti ini? Menarik untuk tahu siapa konsultan politiknya.

Dengan melihat perubahan suara di Golkar terakhir, saya melihat RK telah berhasil mengacak Golkar yang sudah bulat mendukung Dedi. Setidaknya ia telah berhasil membuyarkan keputusan Golkar yang pada tanggal 1 Agustus lalu sudah menetapkan rekomendasi untuk Ki Sunda, Dedi Mulyadi. Terlepas apakah sebenarnya Golkar sendiri sedang bermanuver atau melakukan test the water (baik terhadap partai-partai maupun terhadap Emil sendiri), tapi tak pelak permainan ini terjadi karena dimulai oleh manuver Emil yang mewacanakan dirinya dengan Daniel. Dengan menggunakan Daniel bin Yance yang kader Golkar, ia terlihat berhasil menggoyang pohon Beringin.

Lalu, apakah Emil serius hendak berduet dengan Daniel? Oh, tentu saja tidak. Wacana duet itu hanya manuver politik dari seorang Ridwan Kamil, dalam rangka membuyarkan perhatian dan soliditas Golkar. Buktinya, tidak lama dari itu, Ridwan juga menyatakan bahwa ia siap berduet dengan Agung Suryamal (ketua Kadin Jabar, yang bannernya banyak terpampang di jalan-jalan sejak lama). Ia bilang bahwa antara dirinya dan Agung sama-sama bukan kader partai; ia bahagia jika keduanya bisa disandingkan oleh partai-partai.

Jika dulu ada nama UU Ruzhanul Ulum dan Asep Maushul (keduanya dari PPP), lalu ada Helmi Faisal dan Maman Imanul Haq (dari PKB), juga Aceng Fikri (dari Hanura), lalu Bima Arya (PAN, walikota Bogor), kini RK memunculkan beberapa nama lain sebagai bakal cawagubnya, yakni Daniel (Golkar) dan Agung Suryamal (Kadin Jabar). Ke depan, entah siapa lagi yang akan ia sebut-sebut namanya. Desi Ratnasari dan Dede Yusuf rupanya belum ia sebut. Jangan-jangan ia juga nanti akan menyebut nama Abdullah Gymnastiar; ini dimungkinkan jika ia mengambil jalur perseorangan. Siapa tahu…!

Okelah, kita lihat saja nanti apa hasilnya. Hingga saat ini publik belum mendapatkan kepastian siapa yang akan benar-benar terusung sebagai cagub-cawagub Jabar ke depan. Berapa paslon, dua, tiga, atau bahkan empat? Publik masih harus bersabar.

Yang jelas, dengan gaya dan manuver Ridwan akhir-akhir ini, publik kini makin mengetahui sosoknya. Mulai suka bermain-main dan bahkan usil… Secara politik memang tidak salah. Tetapi kaget saja, ternyata ia pun bisa melakukannya…

Sumber

Tidak ada komentar:
Write komentar