Senin, 21 Agustus 2017

Sumbu Pendek Memprotes Patung Kartini Beraksara Cina

Sumbu Pendek Memprotes Patung Kartini Beraksara Cina

Berita Dunia Jitu - Sepertinya sentimen anti Cina lumayan sering terjadi di negara ini. Saking parnonya, segala yang berbau Cina dianggap sebagai virus yang sangat berbahaya. Dulu ketika Jokowi bekerja sama dengan Cina, banyak yang melayangkan protes dan Jokowi dituding sebagai antek Cina. Isu-isu liar pun berkembang luas, ada yang menuding Cina perlahan-lahan akan menguasai Indonesia. Sungguh komentar yang ngaco dan bodoh.

Lanjut lagi ke isu patung dewa perang di kelenteng Tuban, di mana ada yang menuding pembangunan patung diprotes karena patung tersebut dianggap sebagai jenderal perang Cina, padahal sebenarnya itu adalah salah satu dewa yang dipuja. Segala yang berbau Cina sepertinya meledakkan emosi sebagian orang tanpa mampu berpikir apakah itu benar atau hanya isu murahan.

Dan isu patung Kartini yang ada di Monas Jakarta pun jadi korban. Foto yang beredar di media sosial menjadi perbincangan panas para netizen. Menurut salah satu netizen, tulisan yang berada di bawah patung tersebut beraksara Cina. Dan ini pun menjadi bahan komentar. Itu menurut mereka. Seperti yang saya katakan sebelumnya, sesuatu yang berbau Cina dan ditambah dengan komentar amatiran pasti akan menyulutkan emosi sebagian orang tanpa banyak pikir.

Beberapa orang mengatakan betapa Cina telah menguasai dan mendikte Indonesia. Banyak yang mempertanyakan mengapa pemerintah tidak memakai bahasa Indonesia. Beberapa protes dan meminta agar tulisan tersebut dihapus. Ada yang berkomentar Jokowi lebih mementingkan asing dan segudang komentar lainnya. Yang protes ini pun mendadak jadi komentator profesional padahal mereka tidak lebih dari amatiran yang sok tahu padahal tak tahu apa-apa. Menggelikan.

Untung saja setelah ditelusuri tribunnews.com, kebenaran pun terkuak. Ternyata tulisan yang ada di patung Kartini adalah tulisan kanji Jepang. Jika Anda pernah melihat tulisan Jepang dan Cina, memang ada beberapa kemiripan. Tapi sayang banyak orang jadi sumbu pendek ketika melihat tulisan tersebut dan menyangka itu tulisan Cina. Benar-benar sensitif banget, tanpa ba-bi-bu langsung bereaksi protes. Waras?


Patung Kartini tersebut adalah pemberian pemerintah Jepang pada tahun 1980-an dan baru ditandatangani oleh Gubernur Sutiyoso pada tahun 2005. Patung ini juga sebenarnya dipindahkan dari Menteng ke Monas. Patung ini juga merupakan sebuah simbol persahabatan antara Indonesia dan Jepang. Nah, setelah tahu itu tulisan Jepang, apa mau protes lagi? Kalau tidak, sudah jelas bukan kalau sentimen anti Cina sangat kuat?

Yang parahnya, sentimen ini menguat karena isu yang tidak benar. Misalnya patung Kartini ini, sebenarnya beraksara Jepang tapi dikira beraksara Cina. Saya merasa mereka yang protes ini sedikit alergi, sehingga disinggung sedikit saja langsung meledak emosinya. Ini mah tidak ada bedanya dengan sumbu pendek. Mereka protes, marah dan emosian secara membabi buta tapi tidak mau mencari tahu kebenaran.

Bilang saja kalau memang pada dasarnya sudah benci. Pokoknya satu kata ini disebut, terlepas dari apakah benar atau tidak, akan memicu reaksi dalam otak sumbu pendek. Mereka akan protes, bahkan tidak sedikit pula yang mengecam, dengan isu dan propaganda sok pahlawan dan sok nasionalis. Padahal yang mereka tunjukkan adalah kebodohan mereka sendiri.

Semakin mereka bersumbu pendek, semakin mereka mempertontonkan kebodohan diri sendiri. Apa pun yang ada kaitannya dengan apa yang menjadi sentimen mereka, pasti akan langsung dipercayai, karena memang itulah yang ingin mereka percayai. Itulah momen-momen yang mereka tunggu, untuk memperlihatkan pada dunia, “Halo, ini aku bersumbu pendek, lho. Hebat kan aku?” Benar-benar edan.

Kalau memang tak tahu, tak perlu sok tahu. Minimal cari tahu dulu apakah benar atau tidak. Sekarang ini di medsos banyak berseliweran isu-isu yang butuh kejelian kita dalam melakukan cek kebenaran. Sayangnya banyak pasukan sumbu pendek yang tak bisa melakukan itu. Entah tak bisa atau tak mau, saya tak tahu yang mana. Mereka-mereka inilah yang sebenarnya secara tidak langsung dan perlahan membuat keributan di antara kita. Komentar ngaconya bikin kita berselisih paham. Dan ketika diciduk polisi, mulailah mereka play victim dizolimi, pemerintah dikator.

Bagusnya diapakah orang-orang seperti ini?

Sumber

Tidak ada komentar:
Write komentar