Minggu, 05 November 2017
Konspirasi Balairung Tujuan Jakarta
Berita Dunia Jitu - UGM sebagai universitas Pancasila dinodai oleh gerakan Islam radikal. Koplak memang para aktivis gerakan Islam radikal. Usulan untuk mengakomodasi mahasiswa jalur khusus penghafal kitab suci dan seni membaca kitab suci merusak kredibilitas UGM. Pun Kemenristekdikti juga ikut bermain.
Apa yang digagas oleh para pentolan oposan UGM untuk memberikan keistimewaan bagi para calon mahasiswa bibit unggul berdasarkan keistimewaan non akademik dan non-seni dan budaya itu bukan hal yang sederhana.
Perencanaan matang telah dilakukan oleh mereka. Semuanya telah terencanakan dengan baik dan memiliki tujuan tertentu. Bukan hanya untuk UGM, namun juga untuk DIY, Keraton Jogjakarta, dan Indonesia secara keseluruhan. Mari kita telaah dari akar dan latar belakang yang luas pola strategi mereka.
Tentang Kitab Suci
Nah hal yang menarik lagi adalah dalam surat pernyataan usulan dan niatan menggoreng isu anti Pancasila – dengan mengedepankan sektarianisme – itu adalah tidak jelasnya kitab suci yang dimaksudkan. Usulan itu juga sangat aneh dan bisa dijadikan bikin tertawa terbahak tanpa jeda karena tidak menyebutkan tentang kitab suci agama atau kepercayaan tertentu. Seharusnya tidak perlu ada yang nyolot menentang dan tak perlu juga ada siaran pers dari UGM. Ha ha ha.
Mestinya usulan jalur khusus rekruitmen itu juga demokratis. Maka bagi penganut kitab suci mana pun bisa mendaftarkan. Bagi yang bisa menyanyikan seni baca kitab suci Bhagavad-gita dalam seni membaca kitab suci itu pun layak sebenarnya diterima sebagai bibit unggul di UGM. Juga pembaca atau penghafal dan seni baca kitab suci lainnya seperti Tripitaka, Al Qur’an, Al Kitab, dan tentu juga Veda, dan aneka kitab lainnya layak masuk.
Namun yang aneh, yang terjadi dan nyolot serta marah akibat beredarnya surat usulan itu adalah kelompok Islam. Dengan demikian yang dimaksud kita suci menurut tafsiran mereka hanyalah kitab suci umat Islam.
Pernyataan Koplak Kemenristekdikti
Koplak pernyataan Kemenristekdikti. Publik waras paham bahwa kebijakan otonomi kampus terkait penerimaan mahasiswa dengan jalur khusus, entah itu atas nama uang, keterwakilan, budaya, dan agama adalah alat paling efektif untuk melakukan diskriminasi yang menghasilkan tirani baik mayoritas, maupun minoritas. Celakanya adalah ketika kampus sudah dikuasai oleh kalangan gerakan Islam radikal. Hasilnya menjadi jelas kontra-produktif.
Perhatikan pernyataan manusia aneh Neni Herlina dari Kemenristekdikti. Omongannya adalah ocehan ngawur. Dia menyebut itu hak kampus. Diserahkan ke kampus. Dia menyampingkan esensi pentingnya seleksi penerimaan mahasiswa yang sejalan dengan jiwa Pancasila. Baginya tidak penting melanggar aturan atau tidak, patut atau tidak. Neni Herlina ini model pejabat semprul yang menggunakan jabatannya untuk menggolkan tujuan mereka. Model ibu-ibu RT dalam group WA yang sulit membedakan ideologi pribadi dan ideologi Negara.
Publik paham bahwa meskipun menyempil di kampung jauh dari Ibu Kota, UGM selalu menjadi salah satu penentu stabilitas politik kampus. Bersama dengan UI, ITB, dan IPB, UGM selalu menjadi pusat barisan penting gerakan Islam radikal yang diincar oleh kekuatan anti Pancasila.
Saking khawatir dan prihatinnya maka berbagai elemen pendukung Pancasila dan NKRI berjibaku melawan HTI dan organisasi lainnya yang merasuki kampus. Kegelisahan mayoritas yang dipicu oleh gerakan under-ground yang sangat efektif di kampus yang melibatkan mahasiswa dan birokrat kampus. Gagal.
Zaman 10 Tahun Peternakan Islam Radikal
Sekedar mengingatkan. Perselingkuhan gerakan anti Pancasila dan pengikut khilafah mencapai puncaknya selama 10 tahun masa rezim SBY dengan pembiaran dan tidak dikontrol keberadaannya – hingga ternak radikalisme itu beranak-pinak dan mencapai puncak kematangannya pada 2017. Bahkan manusia sekelas Adyaksa Dault pun ikut hadir dalam acara HTI dan mendengungkan dukunga pada khilafah. Benar-benar keblinger!
Peristiwa politik di DKI Jakarta membuka kedok lebar-lebar keinginan dan nafsu politik SBY. Publik paham teriakan SBY yang utama soal Ahok adalah memberi jalan bagi anaknya, si Agus, untuk diwakafkan untuk menjaga dinasti politiknya, dinasti kepentingan ekonominya, trah kepentingan dia dan kroni-kroninya yang saat ini masih mencengkeram Indonesia.
Motif ini kebetulan beririsan dengan kepentingan lain yakni gerakan Islam radikal: HTI, FPI, FUI, GNPF, dan sebagainya – yang bertujuan merongrong pemerintahan Jokowi yang tengah giat membangun. SBY tidak suka melihat keberhasilan pembangunannya. Ini dikarenakan Jokowi menampakkan wujud bobrok rezim pengangguran yang menghasilkan ratusan proyek mangkrak dan hanya membesarkan kroni dan pembiaran perampokan kekayaan atas nama Petral dengan mafianya M. Riza Chalid dengan skondannya Hatta Rajasa – sohib dan besan SBY.
Maka menjadi sahih alasan SBY melakukan maneuver destabilisasi hanya untuk menutupi boroknya. SBY secara jeli melihat yang bisa digunakan untuk proxy adalah gerakan Islam radikal. Dia percaya dengan text-book ilmu politik, tujuan menghalalkan segala cara.
Dia bersama Prabowo, Amien Rais, dan Rizieq FPI saling berkoar-koar untuk mengriminalisasi Ahok. Tujuannya bukan hanya untuk menjatuhkan Ahok semata, namun yang mencengangkan adalah mereka bersatu-padu dengan kekuatan yang ada mendukung Anies yang senyatanya adalah antek FPI dan juga simpatisan berat HTI pula. Sangat kentara Jusuf Kalla tidak melarang masjid digunakan sebagai alat politik yang memecah-belah.
Kemenangan Anies yang merupakan representasi gerakan Islam radikal seperti HTI yang didukung oleh FPI, FUI, GNPF yang menunggangi parpol, dan ditunggangi parpol saat bersamaan, dijadikan momentum oleh meraka untuk masuk ke gerakan politik formal lewat parpol. Maka kampus dan pegawai negeri menjadi target selain juga kegiatan pengajian dan majelis taklim mereka.
Delegitimasi UGM dan Pusaran Islam Radikal
Publik masih ingat tentu, beberapa bulan lalu, Mei 2017 UGM mencanangkan diri menjadi universitas dan perguruan tinggi yang pluralis. UGM mendeklarasikan diri sebagai universitas yang ber-Pancasila hanyalah seremonial belaka. Kegiatan deklarasi itu diadakan untuk penghiburan dan upaya penyukaan untuk memancing kehadiran Presiden Jokowi di acara Kongres Pancasila pada Juli 2017.
Para aktivis mahasiswa, staff, dan pengajar di kampus tetaplah para manusia yang sama secara ideologis. Mereka juga bukan orang bodoh, mereka cerdas, mereka pintar, mereka lihai, mereka ahli, mereka pakar dalam bidang pergerakan Islam yang mengakar kekar dalam sejak dari dalam pikiran, otak, rasa, hati dan jiwa mereka.
Nilai strategis UGM ini yang menjadikan UGM sebagai incaran untuk menjadi kampus seperti IPB, ITB, dan UI. Oleh sebab itu dengan berbagai cara, baik formal dan informal, mereka akan melakukan kaderisasi agar bisa menciptakan Anies baru – bukan Jokowi baru. Tujuan mereka sangat jelas yakni untuk melakukan delegitimasi dan destabilisai kampus UGM sebagai kampus Pancasila, dengan arah tujuan ke kampus-kampus lain, untuk tujuan akhir mendelegitimasi pemerintahan Jokowi.
Sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Write komentar