Rabu, 01 November 2017

Jokowi Campakkan Rizieq, Peluk Ma’ruf Amin, Tekuk SBY, Rengkuh Din Syamsuddin

Jokowi Campakkan Rizieq, Peluk Ma’ruf Amin, Tekuk SBY, Rengkuh Din Syamsuddin

Berita Dunia Jitu - Brilian langkah Jokowi dalam berpolitik. Setelah membuang Rizieq FPI, memeluk Ma'ruf Amin, menarik SBY, kini dia merengkuh Din Syamsuddin ke dalam gerbong Islam rahmatan lil alamin, menjauhkan dari FPI, GNPF, FUI, HTI dan kalangan Islam radikal.

Politik sebagai alat, bukan tujuan, digunakan betul oleh Jokowi. Mantan tukang mebel ini kian cekatan menggunakan seluruh kekuatannya untuk mengamankan NKRI. Langkahnya kadang terkesan lamban, namun berbisa dan mematikan. Semua langkahnya adalah gambaran kecerdasan sejak dalam pikiran dan diwujudkan dalam taktik dan strategi yang mencengangkan. Langkah terakhir menarik Din Syamsuddin ke gerbong Islam rahmatan lil alamin sungguh tak terduga. Ini mengingat Din adalah salah satu kompor dan provokator selain SBY dan Rizieq dalam drama kisruh kriminalisasi Ahok.

Asingkan Rizieq ke Negeri Onta Bahlul

Jokowi dengan entengnya telah membuang Rizieq jauh dari Bumi Nusantara yang indah menawan, pepohonan menghijau royo-royo, gemah ripah loh jinawi, air melimpah bak surga mengalir seperti air susu di surga jannah, dengan fauna melimpah, udara segar, ikan berenang siap disantap.

Kini Rizieq FPI itu dibuang ke negeri gersang, tanpa pengikut, negeri onta dan habitat para manusia berpaham Wahabi yang ganas membenci keyakinan lain – yang bahkan Keluarga Saud kini tengah ditekan oleh penolong dan pelindungnya yakni, Amerika untuk menghancurkan Wahabi.

Rizieq FPI dicampakkan ke negeri antah berantah meninggalkan Firza Hussein sebagai terdakwa kasus chat mesum berlendir bau selangkangan yang sangat memalukan bagi kalangan orang yang mengaku waras. Hilangnya Rizieq di peredaran, dan masuk ke pembuangan tong sampah politik, membuat para sekondannya seperti Anies, Prabowo, SBY, Jusuf Kalla, Amien Rais, Din Syamsuddin dan berbagai kalangan lebih sulit bergerak dan harus ke negeri onta bahlul agar bisa berkoordinasi melakukan gerakan.

Peluk Erat Ma’ruf Amin

Langkah nyata yang mencengangkan adalah tentu menarik dengan gesit Ma’ruf Amin dari pusaran Islam radikal. Isu permainan, pemanfaatan dan dimainkannya fatwa MUI oleh Rizieq FPI, FUI, HTI dan para politikus semprul dilihat sebagai ancaman terbesar bagi pluralisme dan berbiaknya paham Islam radikal di Indonesia.

Fatwa MUI yang awalnya sebagai alat untuk kemashlahatan umat, kepentingan umat dan bangsa Indonesi, untuk mewadahi kepentingan umat Islam dalam berbangsa dan bernegara yang dibangun oleh eyang saya Presiden Soeharto dinodai oleh kepentingan politik sempit yang membesar.

Bahkan yang paling hebat adalah tentang hak sertifikasi halal yang sepenuhnya dikendalikan oleh MUI. Kepentingan antara agama, masyarakat, dan ekonomi – dengan bercokol dan berkepentingan politik dan bahkan skenario bisnis besar – telah membuat MUI menjadi strategis. Puncaknya adalah konflik kepentingan serifikasi halal yang hendak ditarik ke Kemenag oleh Jokowi – zaman SBY, SBY tak berani bersikap. Maka kini Kemenag berperan pula dalam sertifikasi halal tersebut.

Melihat gejala pengerasan dengan masuknya Rizieq memengaruhi di dalam komisi fatwa MUI segala, maka Jokowi melihat celah itu dan langsung memutus mata rantai penyalahgunaan untuk radikalisme dari sumbernya: MUI. Cara Jokowi melakukan pendekatan pun ringkas dan padat.

Jenderal Luhut Binsar Pandjaitan dan Kapolda Metro Jaya hanya perlu 15 menit untuk meminta Ma’ruf Amin berpelukan dengan Islam rahmatan lil alamin kembali dan meninggalkan Rizieq FPI secara bil adli (adil), bil haq (benar), dan bil hikmah (baik) dan bertahap selama sebulan. Hasilnya? Ma’ruf Amin sangat bermanfaat bagi Jokowi untuk memertahankan NKRI. Omongan dan pernyataannya kini manis dan indah sebagai representasi Islam rahmatan lil alamin yang jauh dari omongan Rizieq FPI, SBY, Amien Rais, bahkan Din Syamsuddin.

Tekuk SBY

Publik melihat hal yang mengecoh. Seolah SBY tetap pada keinginannya. Tidak. Soal revisi UU Ormas memang menjadi titik kompromi yang manis. Publik yang paling tolol sekali pun tahu bahwa SBY adalah manusia penuh kehormatan. Kehormatan adalah segalanya. Maka di tangan Jokowi, SBY diberi kesempatan untuk bermanuver di permukaan – dengan ekor atau buntut SBY telah dipegang oleh Jokowi – hingga ekor itu diikatkan di tiang gubuk reot di tengah sawah.

Jepitan untuk SBY itu berupa ilusi politik, tentang peluang Agus, yang menjadi hobby dan passion SBY tanpa batas. Ikatan itu juga berupa gambaran kasus hukum Hambalang, Wisma Atlet, Century dan beberapa kasus yang hanya high level political establishment yang paham dan mengetahui – yang kadang Presiden Jokowi pun luput. Kenapa? Adanya kepentingan berbagai pihak. Maka menjadi sangat indah untuk penguatan Jokowi sering bersikap out of the box dan … He listens. Ini yang penting.


Dengan menekuk SBY, dampak politik 2019 begitu dahsyat: Anies dan Prabowo tersingkir dari peta politik. Itulah sebabnya semua pernyataan baik dari Ibas, Agus, dan SBY mulai normal. SBY dengan kehormatannya harus ke gerbong Islam rahmatan lil alamin dan meninggalkan Islam radikal yang selama 10 tahun beranak pinak tanpa kendali seperti FPI, HTI, FUI, dsb.

Selain itu, dengan cerdasnya Jokowi memaksa SBY yang memiliki pengaruh di Mahkamah Konstitusi (MK) bersama dengan skondannya – meski kadang bermusuhan namun diikat oleh pragmatism – Jusuf Kalla. Penyeimbangan sedikit ada pengaruh Golkar. Orang Jokowi di MK hanya satu Saldi Isra. Maka dengan pengaruh SBY kemungkinan MK menolak judicial review menjadi lebih besar.

Namun jika SBY ingkar janji politik – dan biasanya dia menelikung, Plan B untuk menghancurkan politik SBY dan Prabowo-Anies juga telah dipersiapkan. Dan langkah politik Plan B ini tanpa ampun akan menghancurkan seluruh musuh politik Jokowi termasuk SBY, Prabowo-Anies – yang sudah digambarkan dalam pertemuan panjang SBY-Jokowi. Gambaran zig zag kasus Jenderal Gatot Nurmantyo menjadi catatan yang dilihat oleh SBY tentu.

Renggut Din Syamsuddin

Elemen dan stakeholders terpenting Indonesia setelah NU – tanpa mengecilkan keberagaman sebagai penguat sendi bangsa Indonesia – adalah Muhammadiyah. Dulu sebelum Amien Rais, NU dan Muhammadiyah adalah dua garda depan penjaga NKRI. Apalagi eyang saya Presiden Soeharto dengan jelas membina ormas untuk tidak bergerak dalam politik praktis terlalu dalam.

Melihat sepak terjang Din Syamsuddin yang berteriak lantang tak karuan bagai panglima perang dalam kasus kriminalisasi Ahok, maka tidak ada jalan lain untuk memelihara keutuhan bangsa selain menariknya ke gerbong Islam ahlus sunnah wal jamaah dan Islam rahmatan lil alamin. Top.

Dengan menarik Din Syamsuddin, maka manusia keras kepala Simanjuntak pun diasingkan dalam kesendirian. Langkah ini tepat untuk membungkam radikalisme dan Islam radikal yang menggerogoti Muhammadiyah dengan pentolan manusia mencla-mencle tidak bisa dipegang omogannya – si hedonis berkedok alim Amien Rais.

Menghantam Islam Radikal

Maka dengan menggiring para pentolan NU dan Muhammadiyah seperti Ma’ruf Amien, Din Syamsuddin, dan politikus payah SBY, ke dalam gerbong Islam rahmatan lil alamin dan ahlus sunnah wal jamaah ini, Jokowi melakukan langkah politik brilian. Upaya politik-hukum dan hukum-politik ditambah dengan politik halus dan sopan menarik para pentolan yang sadar, sekaligus membuang yang tidak perlu (jika tidak mau diatur) seperti Rizieq, bahkan Anies dan Prabowo ke tong sampah politik yang tak terbayangkan.

Strategi, taktik, dan intrik politik adalah seni, bukan tujuan bagi Presiden Jokowi. Untuk itulah orang yang masih waras tentu akan mengikuti political gestures dari Presiden Jokowi untuk kepentingan rakyat, bangsa dan NKRI.

Sumber

Tidak ada komentar:
Write komentar