Minggu, 17 September 2017

Para Pembenci Pak Jokowi Dan Pak Ahok Harus Move On

Para Pembenci Pak Jokowi Dan Pak Ahok Harus Move On

Berita Dunia Jitu - Sudah 3 tahun berlalu sejak Pilpres July 2014 dan sudah 5 bulan berlalu sejak Pilkada Jakarta April 2017 tapi media sosial masih bising dengan komentar-komentar miring dari para pembenci yang masih belum move on.
Masih banyak yang sibuk menghasut dan nyinyir menghina Jokowi dengan berbagai kebohongan dan mereka menolak menerima kenyataan bahwa tuduhan-tuduhan tersebut adalah kebohongan yang dibangun oleh para lawan politik dan simpatisannya.

Terkuaknya jaringan Saracen tidak membuat mereka bangun dari mimpi buruk yang dipupuk sendiri. Tertangkapnya para provokator tidak membuat mereka sadar bahwa mereka sudah dibohongi.

Padahal sudah jelas bahwa hasutan-hasutan yang beredar itu berasal dari sumber-sumber yang itu-itu saja. Dari kelompok pendukung mantan yang belum move on dari nikmatnya satu dekade berkuasa, dari para pendukung Capres gagal yang masih belum bisa menerima pemenang yang jelas-jelas baik, jujur dan pekerja keras, dari kelompok yang merasa lebih beriman dan paling benar dalam membela agamanya walaupun pentolannya sudah mengikuti jejak Bang Toyib yang sudah berapa purnama berlalu masih belum berani pulang, dan dari berbagai kelompok lain dengan berbagai alasan yang membuat saya geleng-geleng kepala karena sulit diterima dengan akal sehat.

Padahal apa salah Jokowi ? Kapan kalian melihat Jokowi berleha-leha dan berfoya-foya ? Tidakkah kalian lihat sekian banyak proyek yang beliau dorong supaya dikerjakan dengan cepat demi kepentingan orang banyak ? Tidakkah kalian merasa lelah membayangkan beban pekerjaan dan tanggung jawab beliau yang tidak terhitung banyaknya ?

Apa salahnya mendukung orang baik yang bekerja dengan baik untuk tujuan yang baik ?

Dan pembenci Ahok yang masih merasa bahwa pendapatnya yang mengatakan dibohongi pakai ayat adalah penistaan padahal yang dimaksud adalah tafsir atas ayat tersebut yang memang bercabang, bukan untuk meremehkan ayat tersebut maupun agama Islam. Tapi para pembenci terlanjur termehek-mehek karena hasutan Buni Yani dan buzzer lainnya lalu ikut merasa sakit hati. Oh, pleaseee. Grow up.

Sebagaimana Ahok, para pendukungnya sudah bisa menerima kenyataan bahwa kondisi masyarakat kita memang seperti ini sehingga mau tidak mau Ahok harus rela dipenjara. Tidak ada demo yang menuntut Ahok dibebaskan, toh ?

Kalau Sang Nabi masih hidup mungkin beliau akan menghela napas panjang melihat kelakuan para pengikutnya yang lebih mementingkan emosi dibanding hati nurani. Mungkin beliau akan bilang “gak gitu juga kali…”.

Kebencian itu masih ada dan masih gampang disulut. Berita apapun bisa jadi bahan perdebatan. Sebut saja konflik Myanmar yang mestinya ditanggapi dengan serius malah diributkan hanya unsur agamanya saja, dan ributnya disini didalam negeri sendiri. Pengangkatan Presiden Singapura yang baru pun jadi perhatian karena yang diangkat adalah seorang wanita Melayu dan berhijab, padahal sebelumnya tidak ada yang memperhatikan siapa Presiden Singapura.


Kebencian itu menjadi lahan subur bagi orang-orang dengan berbagai kepentingan politik dan ekonomi yang memanfaatkan hasutan untuk mendapatkan jabatan dan uang. Lihat saja bagaimana Saracen meraup keuntungan dari peluang bisnis penyebaran konten hoax dan hasutan negatif. Tunggu dan lihat saja bagaimana jaringan dan aliran dananya dibongkar dan kebenaran mulai terkuak.

Gusti Allah mboten sare. Segala hal yang dilakukan dan dicapai dengan cara yang tidak benar, cepat atau lambat akan ketahuan.

Kalau bangsa kita mau negara kita yang tercinta ini maju, kebencian seperti ini harus disembuhkan. Perbedaan pendapat itu alami. Mendukung calon yang berbeda itu adalah hak masing-masing warga negara. Kampanye itu baik kalau dilakukan dengan sehat. Kampanye negatif dengan membuka kekurangan pihak lawan masih bisa diterima selama dalam batas wajar dan tidak melanggar etika dan hukum. Kampanye hitam yang mengandalkan hasutan berdasar kebohongan adalah hina. Sangat hina. Hanya orang malas, lemah dan culas yang menggunakan kampanye hitam.

Apakah menggunakan kampanye hitam bisa memenangkan petarungan ? Bisa. Kita sudah lihat sendiri bagaimana kampanye hitam dan intimidasi terjadi dalam Pilkada Jakarta diawal tahun ini. Jangan sampai hal yang sama terjadi di daerah lain dalam Pilkada berikutnya. Jangan sampai terjadi lagi di Pilpres berikutnya.

Sumber

Tidak ada komentar:
Write komentar