Minggu, 03 September 2017
Cerita Mafia Migas Yang Berani Melabrak Dan Memarahi Menteri
Berita Dunia Jitu - Sejak Jokowi resmi menjabat sebagai Presiden, instruksinya jelas, perang terhadap mafia, revolusi mental dan mengejar ketertinggalan. Salah satu langkah kongkrit yang langsung dilakukan tanpa perhitungan panjang adalah pembubaran Petral. Jokowi begitu percaya diri membubarkan Petral, padahal presiden sebelumnya dibuat ketakutan dan beberapa kali mengurungkan niatnya.
Berkat pembubaran Petral, Pertamina mencatat berhasil menghemat 6.9 triliun pada periode 2015-2016. Karena proses tender minyak mentah dan BBM menjadi lebih transparan. Semua terbuka mengikuti proses lelang, sportif. Sehingga persaingan harga lebih kompetitif dan kita bisa mendapat harga paling murah.
Meski begitu, langkah selanjutnya yang harus segera ditindak lanjuti adalah tentang pembangunan kilang minyak. Agar Indonesia bisa segera memproses minyak mentah di dalam negeri. Sehingga akhirnya akan lebih efisien serta ketahanan energi kita sepenuhnya mandiri dan tidak lagi bergantung pada negara lain.
Sebagai pendukung Presiden Jokowi dan mengharapkan negara ini bisa segera maju, saya selalu tertarik untuk mencari tahu. Mengapa Indonesia tidak segera membangun kilang minyak?
Dari beberapa informasi di media, perdebatan tentang pembangunan kilang minyak dan kilang mini ada di pemasok. Banyak orang beranggapan Indonesia hanya bisa membangun kilang mini di daerah terpencil hanya sebatas untuk memperlancar pasokan minyak. Sementara untuk membangun kilang minyak yang besar, Indonesia harus punya pemasok. Sebab tidak mungkin mengandalkan hasil minyak mentah dalam negeri.
Bagaimanapun saya menilai alasan-alasan tersebut kurang masuk akal. Sebab dalam pemahaman sederhana saya, pemasok justru akan senang jika ada konsumen baru. Bahkan pada beberapa kesempatan, seorang pemasok pasti mencari konsumen baru. Sehingga alasan tidak membangun kilang minyak karena takut tidak ada pemasok, tidak bisa mengandalkan hasil minyak dalam negeri, hanyalah alasan-alasan yang kurang dapat diterima akal sehat.
Cerita mafia migas melabrak dan memaki menteri
Beberapa hari yang lalu saya sempat bertemu dengan informan Seword di bidang industri migas. Saya tau betul bahwa dia memiliki informasi valid dan bisa dipercaya.
Dalam kesempatan tersebut saya tantang dia dengan pertanyaan mengapa pemerintah tidak segera membangun kilang minyak? Saya tidak mau jawaban soal kendala pemasok dan sekitarnya. Saya butuh jawaban yang lebih kongkrit. Pembangunan kilang minyak harus segera selesai mengingat kebutuhan nasional kita mencapai 1.6 juta barel perhari, sementara kapasitas dalam negeri hanya mampu menampung 800 ribu barel perhari. Artinya ada sekitar 800 ribu barel perhari yang harus kita impor dari luar negeri.
Menurutnya, pemerintah sudah membangun banyak kilang mini. Di Sumatera Utara (Rantau dan Pangkalan Susu). Selat Panjang Malaka (EMP Malacca Strait dan Petroselat). Riau (Tonga,Siak,Pendalian, Langgak, West Area, dan Kisaran). Jambi (Palmerah,Mengoepeh, Lemang, dan Karang Agung). Sumatera Selatan (Merangin II dan Ariodamar). Kalimantan Selatan (Tanjung). Kalimantan Utara (Bunyuu, Sembakung, Mamburungan dan Pamusian Juwata) dan Maluku (Oseil dan Bula).
Pertamina sudah bersiap melakukan pengembangan 4 kilang minyak yaitu RU V Balikpapan, RU VI Balongan, RU IV Cilacap, dan RU II Dumai. Program kerja ini dikenal dengan RDMP (Refinery Development Master Plan).
Selain itu juga membangun kilang minyak baru (New Grass Root Refinery, NGRR) di Tuban dan Bontang. Dengan 6 kilan minyak ini, diperkirakan kapasitas produksinya mencapai 2.2 juta barel perhari.
Sebenarnya pemerintah Indonesia sudah berada di jalan yang benar. Kita sudah mengupayakan pembangunan kilang minyak terus berlanjut. Namun upaya-upaya penghentian pembangunan kilang terus dilakukan secara nyata.
Contohnya adalah kilang minyak mini di Sumatera Utara. PT Indo Kilang Prima awalnya menargetkan pembangunan kilang mininya selesai pada April 2016. Namun kemudian kendalanya adalah jaminan pasokan minyak, sehingga pembangunannya pun tertunda, dan keuangan mereka mulai terganggu karena modal investasinya jadi membengkak sebab mereka tidak bisa berproduksi.
Salah satu Menteri kabinet kerja kemudian bergerak secara senyap, membantu memfasilitasi antara pemasok dan pemilik kilang, sehingga pasokan minyak bisa terjamin dan pembangunan kilang minyak dapat dilanjutkan. Namun upaya ini rupanya diketahui oleh mafia migas yang merupakan pemain lama industri migas.
Selama ini para mafia itu sudah berusaha bersabar karena Petral dibubarkan. Mereka sudah bersabar karena pendapatannya dari bisnis migas berkurang drastis sejak Petral dibubarkan. Tapi kalau kemudian pemerintah mau membangun kilang minyak dan bertujuan menjadi mandiri, tidak lagi bergantung pada impor dari luar negeri, ini artinya para mafia migas itu terancam kehilangan pekerjaan. Karena kalau kita tidak lagi mengimpor migas, ya mereka mau kerja apa?
Tak tanggung-tanggung, menurut informan Seword, beberapa mafia migas itu mendatangi kantor (salah satu) Menteri Jokowi. Melabrak. “saya sudah puluhan tahun bekerja di industri migas, anda tahu apa soal energi!” kata sang Mafia.
Sementara Menteri Jokowi yang dimaki-maki tersebut hanya tersenyum. Dia tidak perduli dengan para mafia itu, yang penting pembangunan kilang minyak terus berjalan sesuai rencana dan instruksi Presiden. Dan menurut informan Seword, itu bukan yang pertama kalinya sang Menteri ditantang dan dilabrak oleh mafia migas.
Awalnya sang Menteri merasa tetap menang. Dia tak mau memikirkan sekelompok mafia yang marah dan mendatangi kantornya. Tapi belakangan dia menyadari bahwa sekelompok mafia yang menghardiknya tersebut sudah terlanjur mengakar dan sangat profesional.
Beberapa hari setelahnya, secara kebetulan, 15 Agustus 2017 lalu, Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia dipecat. Sang direktur sebelumnya menargetkan Indonesia swasembada BBM pada tahun 2023.
Memang bahasanya diplomasinya, sang direktur diberhentikan secara hormat dan digantikan oleh orang lain. Namun di balik itu ada indikasi bahwa pemberhentian tersebut dilakukan karena adanya tekanan dari pihak-pihak tertentu, sehingga ke depan mungkin kilang-kilang minyak itu kembali mengalami kendala dan tersendat.
Luar biasa negeri ini. Sepertinya memang sudah terlanjur lama dijajah dan dikuasai oleh para mafia. Sehingga meskipun pemimpin berganti, mereka masih berani melakukan cara-cara preman dan tidak beradab. Selanjutnya kita jadi paham bahwa membangun negeri ini tidak cukup dengan niat baik atau tujuan yang mulia, tapi harus bersedia melawan orang-orang yang selama ini sudah terlanjur nyaman hidup mewah dari hasil menjarah.
Bagaimanapun, menurut informan Seword kejadian ini sudah diketahui oleh Presiden. Sehingga sepertinya Presdien akan memberi perhatian khusus untuk pembangunan kilang minyak, memastikan tidak ada permainan dan upaya menghalang-halangi.
Terakhir, sebenarnya cerita ini tidak disengaja dan tidak untuk konsumsi publik. Namun, saya pikir ini harus dituliskan, supaya orang-orang yang selama ini terus menerus menganggu kinerja pemerintah, tamak dan memikirkan perut sendiri, minimal mereka tahu bahwa pada saatnya mereka bisa dipermasalahkan dan dibuat rame.
Sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Write komentar