Minggu, 12 November 2017

Jokowi Tak Terbendung,Bagimana Peluang Prabowo?

Jokowi Tak Terbendung,Bagimana Peluang Prabowo?

Berita Dunia Jitu - Kalau kamu punya dua bawahan atau pembantu, yang satu sering kelihatan, kerja dan hasilnya pun ada. Satunya lagi jarang keliatan, hanya muncul sesekali dan gak ada hasilnya. Kira-kira mana yang akan kamu pecat? Orang waras pasti bakal mecat yang gak kelihatan hasilnya dong, masa sih yang kerjanya bagus malah dipecat.

Antara Jokowi dan Prabowo, jelas lah selama 3 tahun ini Jokowi terlihat diberbagai media dan berbagai peristiwa. Jokowi bekerja keras dan hasilnya pun jelas serta bisa dirasakan. Jadi wajar kalau elektabilitasnya tetap tinggi.

Tapi Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria memiliki pendapat lain. Menurutnya berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia ada 17-24 September 2017, menunjukkan peluang kuat bagi Prabowo Subianto maju Pilpres 2019.

Alasannya karena angka elektabilitas Presiden Joko Widodo sangat beragam, mulai dari 34,2 persen (tanpa pilihan jawaban); 54,6 persen (dengan pilihan jawaban) dan 58,9 persen (bila head to head dengan Prabowo).

Ia menganggap, angka 34,2 persen merupakan angka elektabilitas yang rawan bagi petahana.

"Kalau incumbent, apakah di berbagai pilkada atau pilpres kalau di bawah 50 persen, menurut hemat saya ini justru rawan," kata Riza di Gedung KPU Pusat, Jakarta, Selasa (17/10/2017) malam.

"Ini justru memberikan peluang yang luas bagi penantang incumbent. Sementara elektabilitas Prabowo terus meningkat," tambah dia.

Orang boleh bebas berpendapat tapi orang juga bebas menyanggah bukan? Mari kita lihat angka-angkanya.

Dari sumber yang sama, hasil survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan Jokowi masih berada di peringkat teratas dan Prabowo di urutan kedua.

Awalnya, responden ditanya mengenai sosok calon presiden yang akan dipilih apabila Pemilu 2019 digelar saat ini. Namun, responden tidak diberikan pilihan jawaban.

Hasilnya, sebanyak 34,2 persen memilih Jokowi melanjutkan pemerintahannya untuk periode kedua.

Sebanyak 11,5 persen responden lain memilih Prabowo.

Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono mendapatkan 2,1 persen, disusul Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo 1 persen, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo 0,7 persen.

Tiga tokoh yang bersaing dalam Pilgub DKI Jakarta 2017, yakni Agus Harimurti Yudhoyono, Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama sama-sama mendapatkan angka 0,5 persen.

Tokoh lainnya hanya mendapatkan angka 0,1 persen. Sementara responden yang tidak memberikan jawaban sebanyak 47,4 persen.

Sampai sini rasanya jelas, Prabowo jauh tertinggal dibandingkan Jokowi. Ternyata 34% elektabilitas yang disebutkan oleh Riza adalah angka ini. Nampaknya Riza kurang paham soal metodologi penelitian. Perlakuan pada survei ini berbeda, responden disuruh memilih dari sekian banyak kandidat. Efeknya ya jelas lah kita semua juga tahu, suara tersebar kemana-mana mengikuti pola sebaran normal.

Hal menarik lainnya adalah elektabilitas Anies yang hanya 0,5 persen saja, padahal ia menang dengan cukup telak di Pilkada DKI kemarin. Kemenangan tersebut ternyata tidak mampu mendongkrak elektabilitas Anies dan juga Prabowo sendiri.


Saat simulasi delapan nama, Jokowi mendapat 54,6 persen, disusul Prabowo (24,8 persen), Anies (3,1 persen), Agus (2,9 persen), Gatot (2,8 persen), Tito Karnavian (1,2 persen), Soekarwo (0,6 persen) dan Sri Mulyani (0,4 persen).

Perlakuan berbeda kembali dilakukan, kali ini hanya 8 kandidat. Disini kita bisa melihat kemana larinya sebagian besar suara ketika disuruh memilih dari 8 saja. Kita bisa melihat bahwa suara tersebut banyak yang lari ke Jokowi. Jadi disini bisa kita asumsikan bahwa suara swing voter cenderung memilih Jokowi.

Sementara saat simulasi "head to head" layaknya pilpres 2014 lalu, Jokowi mendapatkan 58,9 persen suara responden. Sementara Prabowo mendapatkan 31,3 persen. Dan lagi, Jokowi unggul jauh dari Prabowo.

Jadi alasan besarnya peluang Prabowo karena angka elektabilitas Presiden Joko Widodo sangat beragam 34% sampai 54,6% sebenarnya terjadi karena perlakuan yang berbeda. Jelas saja akan terjadi variasi dari hasilnya karena perlakuannya berbeda. 34% ketika responden bebas memilih, 54% ketika 8 kandidat dan 58,9% ketika head to head.

Banyak survei yang mengunggulkan Jokowi jauh diatas Prabowo dan semuanya konsisten diatas 50% ketika kondisi head to head. Menurut saya hasil survei-survei yang demikian adalah sesuatu yang wajar. Jokowi sering terlihat, bekerja keras, dan hasilnya bisa dilihat semua orang.

Mungkin orang akan membandingkan dengan situasi Pilkada kemarin dimana Ahok yang juga sering terlihat, bekerja dan ada hasilnya bisa kalah oleh Anies. Kalau Ahok pun bisa tumbang, maka Jokowi juga bisa. Memang yang namanya prediksi kan selalu didasari kondisi normal, kondisi ekstrim seperti Pilkada kemarin siapa yang bisa menebak?

Artinya pada kondisi biasa-biasa saja, Jokowi kemungkinan besar akan menang lagi. Namun jika situasinya berubah seperti Pilkada DKI kemarin maka bisa saja Jokowi kalah meski tetap saja menurut saya peluang tersebut kecil. Kenapa? Berbeda dengan Pilkada DKI, Jokowi akan bertarung secara nasional dimana pemilihnya lebih beragam.

Jadi sebenarnya justru peluang Prabowo itu yang kecil, optimis sih boleh-boleh saja tapi fakta dilapangan yang berbicara. Selain itu rasanya kita semua cukup paham bahwa keributan-keributan yang belakangan ini terjadi adalah upaya untuk mengkondisikan Indonesia seperti Pilkada DKI kemarin. Oleh karena itu Jokowi dan para pendukungnya harus tetap waspada dan solid.

Sumber

Tidak ada komentar:
Write komentar