Minggu, 05 November 2017
Aku Dan Kebebasan
Berita Dunia Jitu - Hari-hari yang lalu kita sibuk membicarakan tentang kata pribumi yang dilontarkan oleh salah seorang stakeholder, atau yang baru-baru ini yang masih hangat menjadi perdebatan ialah Perppu Ormas yang telah di sahkan menjadi UU oleh wakil kita di senayan, itu semua terjadi karena adanya kebebasan dan superioritas kekuasaan dalam dinamika bernegara pastinya, tetapi tulisan kali ini takkan membahas perihal itu.
Dalam suatu kesempatan yang tak dibatasi oleh ruang dan waktu, aku bertemu karibku dan memulai pembicaraan tentang kebebasan, kata beliau kebebasan dalam kehidupan dan jika di elaborasikan dengan konteks kekinian seperti sekarang, sangatlah diperlukan, mengingat kita hidup dan bertempat tinggal di negara yang mengedepankan demokrasi. Aku sangat terpesona dengan kata-kata beliau, dia sangat paham dan matang dalam membaca serta menganalisa realitas. Sungguh aku iri padanya, iri dalam hal idealisme yang dimiliki oleh beliau.
Setelah lama menganalisa pernyataan beliau, terbesit pertanyaan, kebebasan itu sebenarnya seperti apa? Bebas sebagaimana bebas itu yang bagaimana?, banyak umum saya temui terutama status-status di sosial media dengan tegas menyatakan “salam kebebasan”, pertanyaan saya kebebasan apa?. Saya sepakat dengan pernyataan Jean Jacques Rousseau yang mengatakan bahwa “kebebasan hanyalah ilusi belaka”, maksud dari Rousseau ialah konsep kebebasan adalah sesuatu yang mustahil untuk kita wujudkan apalagi kita hidup dalam konteks negara yang penuh dengan struktur dan sistem yang diberlakukan, jadi syarat untuk meraih yang namanya kebebasan ialah harus melepaskan diri dari segala macam bentuk keterikatan, baik keterikatan terhadap negara, masyarakat, maupun keluarga, tapi apakah kita bisa melakukan hal itu? Sementara kita ialah individu yang tak bisa melakukan segala sesuatunya tanpa adanya bantuan dari orang lain, tentulah kebebasan disini ialah hanya ilusi belaka yang takkan mungkin tercapai.
Dalam konteks kekinian, yang dimana kita hidup dalam negara yang mengedepankan demokrasi dan kebebasan, meskipun secara universal sebenarnya kita tak bebas. Banyak masyarakat terutama kalangan pemuda yang bebas membicarakan dan mengeluarkan aspirasinya di tempat strategis untuk berspirasi dengan alibi kebebasan mengemukakan pendapat yang telah di jamin oleh negara demokratik seperti indonesia, contohnya mengkritik pemerintah, karena pemerintah memang ada untuk di kritik mulai dari kebijakannya yang tak pro rakyat maupun semacamnya, salah satu tempat strategis untuk menyampaikan aspirasi bagi kaum muda atau yang biasa disebut pemuda ialah di jalan raya, misalnya dengan penutupan jalan dan membakar ban agar aspirasi mereka mudah di dengar katanya. Tetapi masih relevankah untuk melakukan semacam demonstrasi di jalan dalam dinamika keindonesiaan sekarang yang tekenal dengan jaman millenial?.
Berbicara perihal hak, secara teoritik meminjam apa yang dikemukakan oleh Jack Donelly dalam karyanya Universal Human Right, in theory and practice, yang membagi hak dari dua sudut pandang, pertama, hak berarti rectitude yang menekankan aspek normatif: sesuatu yang salah atau benar. Kedua, hak juga bisa berarti entitlement, yakni seseorang memiliki hak terhadap sesuatu. Jika teori dari Donelly diatas di relasikan dengan fenomena penyampaian aspirasi yang dilakukan masyarakat pada umumnya atau pemuda pada khusunya, maka akan disimpulkan bahwa hanya bagian etitlementnya saja yang terpenuhi karena hanya menuntut apa yang seharusnya menjadi hak yang diklaimnya, sedang rectitude yang juga bagian dari hak tak terpenuhi, karena tindakan dari fenomena tersebut belum tentu benar di mata masyarakat, lihat misalnya masyarakat yang sedang menjalankan laju perekonomian akan dihambat oleh fenomena-fenomena penyampaian aspirasi yang dilakukan dengan penutupan jalan ataupun membakar ban.
Kembali fokus kepada pembicaraan awal mengenai kebebasan, kebebasan memang sangat diperlukan saat ini terutama kebebasan untuk menyampaikan aspirasi, karena jika tidak ada kebebasan maka tulisan ini pun tak akan sampai kepada para pembacanya. Menyinggung perihal kebebasan saya sendiri teringat dengan almarhum Gus Dur, dahulu beliau seperti membuka keran-keran kebebasan yang telah lama di tutup oleh rezim orde baru sewaktu berkuasa, karena kearifan beliau yang pernah memerintah republik ini kita bisa merasakan kebebasan seperti sekarang, misalnya kebebasan mengemukakan pendapat dan lain sebagainya, dan saya sendiri sebagai seorang yang menulis tulisan ini masih terbilang labil, saya yang megkritik kebebasan sementara di lain sisi saya menggunakan instrumen kebebasan untuk membuat tulisan ini.
Semua pernyataan sekaligus beberapa pertanyaan di atas yang kesemuanya merupakan realita konteks kekinan, kita seharusnya mampu berpenetrasi tentang cara mengkritik rezim yang tak pro rakyat dengan tak harus membuat resah warga yang sedang melakukan laju perekonomian untuk memperoleh penghidupan yang lebih layak, bukan malah menutup jalan yang implikasinya akan menghambat rakyat, salah satu solusi dari saya sendiri ialah, mengkritik kebijakan pemerintah melalui tulisan, karena ada seorang bijak mengatakan “dengan peluru kita dapat menembus satu kepala manusia, tetapi dengan tulisan kita dapat menembus beberapa kepala manusia”, karena dengan tulisan kita dapat merubah paradigma seseorang tentang sesuatu.
Sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Write komentar