Sabtu, 02 September 2017

Jokowi “Merdekakan” Daerah Zona Merah, Nduga

Jokowi “Merdekakan” Daerah Zona Merah, Nduga

Berita Dunia Jitu - Mungkin sebelumnya kita mengira bahwa Nduga adalah nama sebuah negara atau kota di Afrika. Kita mungkin tidak pernah menyangka, kalau Nduga adalah nama sebuah kabupaten di Papua: sebuah kabupaten yang cukup terpencil dan masih jauh dari kata layak untuk disebut sebagai sebuah kabuaten.

Kabupaten Nduga yang memisahkan diri dari Kabupaten Jayawijaya tahun 2008 lalu, sesungguhnya masih belum mengecap nikmatnya kemerdekaan. Sebagian besar penduduknya masih hidup di bawah garis kemiskinan. Tingkat kemiskinan yang masih tinggi tersebut, berpengaruh besar terhadap kehidupan sosial lainnya.

Kualitas kesehatan masyarakat Nduga begitu memprihatinkan. Fasilitas kesehatan dan juga tenaga kesehatan yang masih sangat terbatas di sana, mungkin menjadi salah satu penyebabnya. Dari 32 kecamatan/distrik di Kabupaten Nduga misalnya, hanya terdapat delapan unit Puskesmas di sana. Mengingat jarak antarpuskesmas yang cukup jauh, serta medan yang cukup ekstrem, membuat masyarakat di sana enggan untuk berobat ke Puskesmas-puskesmas tersebut.

Angka kematian bayi juga cukup tinggi di sana. Salah satu kasus kematian bayi terbesar di Kabupaten Nduga adalah kasus yang baru-baru ini terjadi, yaitu meninggalnya 31 bayi di berbagai distrik. Di samping itu, sejak kabupaten tersebut berdiri, program imunisasi terhadap balita belum dilaksanakan secara maksimal. Hanya beberapa distrik saja yang secara rutin melaksanakan program kesehatan yang merukapan sebuah keharusan bagi balita tersebut.

Begitu pula dengan masalah pendidikan. Tingkat buta aksara masih cukup tinggi di Kabupaten Nduga. Masalah yang cukup klasik ini sudah berlangsung cukup lama. Sehingga bagi sebagian orang tua di sana, sepertinya ada sebuah keengganan untuk menyekolahkan anak-anaknya. Mereka menganggap bahwa pendidikan hanya akan mengganggu anak-anak mereka untuk bekerja membantu mereka mencari nafkah.

Gedung-gedung sekolah juga cukup memprihatinkan di sana. Membayangkan sekolah-sekolah di sana saja mungkin kita tidak sanggup, karena kita belum pernah melihat gedung sekolah seperti yang didapati di sana. Begitu juga dengan para tenaga pendidik yang sangat terbatas. Kabupaten Nduga masih kekurangan banyak sekali guru, yang merupakan motor penggerak maju mundurnya kualitas pendidikan.

Kabuten Nduga juga dilabeli sebagai sebuah kabupaten yang masuk dalam zona merah, kabupaten yang tingkat keamanannya sangat tidak terjamin. Perang antarkelompok masyarakat atau antardesa, kerap terjadi di sana. Perang saudara yang terjadi di sana telah mengakibatkan banyak korban tewas. Terkadang, hanya karena masalah sepele saja, mereka bisa melakoni perang hingga berhari-hari.

Selain itu, harga-harga kebutuhan pokok juga begitu tinggi di sana. Harga semen misalnya, mencapai satu hingga dua juta Rupiah per sak. Begitu pula dengan harga BBM di sana, mencapai Rp. 50 ribu hingga 100 ribu per liter. Keterisolasian daerah tersebut, menjadi faktor utama penyebab tingginya harga-harga di sana.

Masih banyak lagi masalah klasik yang terdapat di sana yang sudah berpuluh-puluh tahun dialami oleh masyarakatnya. Di samping belum adanya jalan beraspal di sana, untuk bisa sampai di Wamena, ibukota Kabupaten Jaya Wijaya misalnya, mereka harus menempuhnya dengan perjalanan selama empat hari lamanya. Mereka harus berjuang melawan cuaca yang cukup dingin serta medan yang cukup sulit. Mereka juga harus bersiap menghadapi binatang buas yang sewaktu-waktu dapat menyerang mereka, ketika mereka sedang menginap di hutan belantara, ketika malam tiba.


Bahkan konon, untuk mencoblos saat pemilihan presiden atau pemilihan kepala daerah, butuh perjuangan ekstra keras. Selama berhari-hari, warga yang mempunyai hak pilih harus menerobos hutan untuk mencapai tempat pemungutan suara. Selama itu pula, para kepala keluarga rela tidak bekerja untuk menghidupi keluarga mereka di kampung asal.

Selama berpuluh-puluh tahun Indonesia merdeka, namun Nduga dan penduduknya sepertinya masih jauh dari kata merdeka tersebut. Berbagai fasilitas yang selama ini kita anggap sebagai suatu kewajaran, seperti jalan beraspal, listrik, sinyal telepon atau “handphone,” bagi saudara kita di Nduga itu masih mimpi.

Namun, terpilihnya Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia tahun 2014 lalu, membawa angin segar bagi masyarakat di Kabuaten Nduga. Jokowi langsung bergerak cepat untuk “memerdekakan” mereka. Berbagai pembangunan infrastruktur digenjot di kabupaten tersebut bersamaan dengan infrastruktur lainnya yang juga terus dikebut di berbagai tempat di Papua.

Jokowi membangun infrastruktur jalan yang menghubungkan Nduga dengan Wamena yang panjangnya mencapai 278 km. Dengan pembukaan jalan tersebut, Kabupaten Nduga bersama dengan 11 kabupaten lainnya di wilayah pegunungan tengah Papua akan terbuka dari isolasi yang selama ini mereka alami.

Pembukaan jalan tersebut berpengaruh besar terhadap keterjangkauan harga-harga di sana, serta akan mendorong peningkatan perekonomian masyarakat Nduga dan kabupaten-kabupaten lainnya. Ketika sebelumnya masyarakat Nduga untuk menuju Wamena harus membayar Rp. 600 ribu per orang lewat jalur udara, dengan dibukanya jalan tersebut, harga tersebut dapat ditekan hingga Rp. 100 ribu per orang lewat jalur darat.

Pun untuk biaya sewa pesawat, mereka harus merogoh kocek sebesar Rp. 16 juta untuk sekali penerbangan menuju Wamena, untuk delapan orang penumpang. Kini, setelah dibukanya jalan yang menghubungkan Nduga dan Wamena tersebut, mereka hanya mengeluarkan uang Rp. 3 juta untuk menyewa kenderaan roda empat berkapasitas 15 orang. Pembangunan jalan yang direncakanan akan rampung tahun 2018 tersebut sangat membantu terhadap keberlangsungan kehidupan masyarakat Nduga.

Di samping pembangunan infrastruktur jalan, Jokowi juga sedang membangun sebuah pelabuhan besar di sana. Dengan dibangunnya pelabuhan tersebut, diharapkan akan dapat menekan harga-harga barang di sana dan 11 kabupaten lainnya, karena diistribusi logistik dan material ke sana akan lebih baik.

Jokowi memang benar-benar seorang negarawan sejati. Seorang pemimpin yang begitu mencintai rakyatnya. Seorang pemimpin yang sungguh bersahaja, berwibawa, tegas dan pemimpin yang bercita-cita menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dan oleh karena kenegarawanan, kecintaan, kebersahajaan, kewibawaan, dan ketegasannya itu pulalah yang membawanya hingga menginjakkan kaki di tanah Papua, di Kabupaten Nduga yang benar-benar tidak aman dan miskin itu. Dan, kehadiran Jokowi di sana menjadi sebuah sejarah. Jokowi adalah satu-satunya Presiden Indonesia yang pernah mengunjungi daerah “zona merah” tersebut.

Suatu kali Jokowi pernah berkata bahwa untuk menstabilkan keamanan suatu wilayah tidak semata-mata hanya lewat pendekatan keamanan. Namun, cara terbaik adalah lewat pendekatan pembangunan dan kesejahteraan.

Pernyataannya tersebut betul-betul dibuktikan oleh Jokowi. Beliau sadar betul bahwa Papua benar-benar tertinggal selama ini. Perhatian yang sangat minim dari pemerintah pusat selama ini mengakibatkan Papua belum sepenuhnya tersentuh oleh pembangunan dan belum mengalami kemerdekaan yang sesungguhnya.

Atas keprihatinan Jokowi tersebut, beliau hadir membawa “kue” pembangunan ke tanah Papua. Lewat berbagai program pembangunan yang saat ini begitu gencarnya dilaksanakan, Jokowi menargetkan, tahun 2019, seluruh daerah di Papua harus terbuka dari isolasi yang selama ini terjadi.

Jokowi hadir untuk Indonesia. Jokowi hadir untuk Papua. Jokowi hadir untuk Kabupaten Nduga. Jokowi hadir untuk benar-benar memerdekakan seluruh masyarakat Indonesia. Jokowi hadir untuk benar-benar memerdekakan saudara-saudara kita di Nduga. Majulah negeriku. Jayalah negeriku.

Sumber

Tidak ada komentar:
Write komentar