Rabu, 23 Agustus 2017

Bersatu Dalam Perbedaan , Tidak Penting Apa Agama Atau Sukumu.


Berita Dunia Jitu - Tidak penting apa agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik, orang tidak akan melihat agamamu”  itulah sepenggal kalimat dari tokoh pluralisme bangsa ini, Abdurahman Wahid, atau yang akrab disapa Gusdur.

Akhir-akhir ini sepertinya anak-anak bangsa ini sedang di uji dengan perbedaan-perbedaan. Mulai dari perbedaan Agama, Suku, dan lain sebagainya. Yang jika dibiarkan akan menjadi bom waktu untuk memecah belah anak negeri ini. Bangsa ini adalah bangsa yang besar dan sangat besar. Bangsa ini terdiri dari beraneka ragam suku agama dan budaya. Negeri yang dihuni oleh bangsa ini juga sangat luas terdiri dari ribuan pulau-pulau dan lautan yang membentang luas mulai dari sabang sampai merauke.

Perjalanan bangsa ini untuk mencapai kemerdekaannya penuh dengan berbagai rintangan dan hambatan. Mulai dari pecahnya kerajaan besar hingga terbentuknya kerajaaan-kerajaan kecil di pelosok negeri ini, semakin membuat bangsa ini sulit untuk bersatu. Penderitaan bangsa ini kian menjadi-jadi ketika perang dunia pertama dan kedua meletus. Bangsa-bangsa saling menjajah, si penjajah datang silih berganti. mulai dari masuknya Portugis kemudian di ikuti oleh Belanda dan terakhir adalah Jepang. Dan yang paling lama menjajah negeri ini adalah Belanda.

Di era penjajahan Belanda dan Jepang sebenarnya sudah ada niat dari pejuang bangsa ini untuk membentuk gerakan persatuan Indonesia yang kemudian melahirkan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Para pemuda itu terdiri dari berbagai macam suku dan agama Islam, Budha, Hindu dan Kristen ada ajaran lain tentunya. Ada Jawa, Ambon, Batak, Jawa, Manado, Padang , Sunda, Keturunan Arab, Keturunan China dan lain-lain. Semua itu didorong oleh semangat kesatuan dan persatuan menuju indonesia yang merdeka  tanpa harus melihat suku, agama, ras.

Namun semua itu tidak cukup untuk membuat bangsa ini berdiri diatas persatuan dan kesatuan. Terbukti era proklamasi kemerdekaan pun bangsa ini tidak terlepas dari perpecahan-perpecahan hanya oleh karena kepengtingan pribadi dan golongan. Ada pemberontakan DI /TII, PERRI, PERMESTA dan lain sebaginya. Bila kita ingin mengurai lembaran sejarah itu mungkin akan ada kesedihan dan air mata disana.

Tetapi kita harus jujur mengakui bahwa untuk melangkah jauh kedepan kita harus belajar dari masa lalu. Masa lalu anak negeri ini yang penuh dengan perpecahan dan perjuangan. Seharusnya kita generasi muda  harus belajar dari sejarah tersebut dan menjadikannya tonggak baru untuk merapatkan barisan persatuan dan kesatuan. Lebih baiknya lagi kalau kita tidak menojolkan kesukuan, keagamaan, dan hal lain yang bisa ditonjolkan. Kita harus menonjolkan kepribadian bangsa ini yang sesungguhnya yaitu semangat gotong royong dan tepo soliro serta kerja keras.

Perbedaan adalah satu hal yang lumrah dalam kehidupan ini, apalagi dalam hal bernegara demokrasi. Kita harus bisa menerima perbedaan, karena justru karena ada perbedaan itu maka kita menjadi indah.

Kita berbeda dalam menentukan pilihan pun sah-sah saja. Tetapi janganlah pernah kita membakar perbedaan itu untuk menyerang dan menjatuhkan orang lain yang berseberangan dengan kita. Memang kodrat manusia itu sudah ditentukan oleh Pemiliknya Tuhan semesta alam, ada yang jahat dan ada yang baik. Jika orang baik berkumpul tentunya akan menghasilkan yang baik juga. tetapi jika orang jahat berkumpul akan menghasilkan yang jahat juga. sekarang pilihan ada ditangan kita masing-masing.

Sikap Perbedaan Pendapat

Yang menarik, dalam mengemukakan berbagai pendapatnya, ulama-ulama Islam, terutama yang diakui secara luas keilmuannya, mampu menunjukkan kedewasaan sikap, toleransi, dan objektivitas yang tinggi. Mereka tetap mendudukkan pendapat mereka di bawah Al Qur’an dan Hadits, tidak memaksakan pendapat, dan selalu siap menerima kebenaran dari siapa pun datangnya.

Dapat dikatakan, mereka telah menganut prinsip relativitas pengetahuan manusia. Sebab, kebenaran mutlak hanya milik Allah subhanahu wata’ala. Mereka tidak pernah memposisikan pendapat mereka sebagai yang paling absah sehingga wajib untuk diikuti.

“Pendapatku benar, tapi memiliki kemungkinan untuk salah. Sedangkan pendapat orang lain salah, tapi memiliki kemungkinan untuk benar.” Demikian ungkapan yang sangat populer dari Imam Syafi’i.

Islam adalah agama yang berisi ajaran rahmatan lil ‘alamin (membawa rahmat bagi alam semesta). Allah Swt mengutus Nabi Muhammad saw untuk menjadi model dan rujukan bagi kita semua dalam melakukan kebaikan (kemaslahatan). Tujuan diutusnya Muhammad saw adalah untuk menyempurnakan budi pekerti yang luhur (akhlak al-karimah).

Satu akhlaknya yang mulia adalah sikap dan tingkah laku beliau yang menghargai perbedaan di antara sesama manusia. Semasa hidupnya, Rasulullah saw selalu menghargai perbedaan asal-usul, sikap, pendapat dan latar belakang para sahabatnya. Sejak beliau di Makkah sampai hijrahnya ke Madinah tidak satu pun manusia yang direndahkannya karena memiliki sesuatu yang berbeda dengannya. Bahkan beliau pernah mengingatkan: “Seluruh manusia berasal dari Adam, dan Adam diciptakan dari tanah, tidak ada perbedaan antara orang Arab dan yang bukan Arab, kecuali takwanya.”

Sumber

Tidak ada komentar:
Write komentar