Minggu, 08 Oktober 2017

ICJR Berharap Segera Ada Moratorium Hukuman Mati

ICJR Berharap Segera Ada Moratorium Hukuman Mati

Berita Dunia Jitu - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform ( ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono meminta eksekusi mati gelombang berikutnya dimoratorium.

Sebab, dalam eksekusi mati sebelumnya, Kejaksaan Agung dianggap melakukan kesalahan prosedur dan maladministrasi terhadap sejumlah terpidana mati. Salah satunya yakni Humprey Ejike Jefferson, warga negara Nigeria.

"Dalam kondisi ketidakpastian dan keraguan terkait eksekusi mati, maka pemerintah segera melakukan moratorium eksekusi mati untuk menghindari semakin besarnya potensi pelanggaran hak asasi manusia," ujar Supriyadi dalam diskusi di Jakarta, Minggu (8/10/2017).

Dugaan maladministrasi itu dinyatakan oleh Ombudman RI terhadap eksekusi mati pada Juli 2016.

Ombudsman, kata Supriyadi, menyatakan bahwa Kejaksaan Agung melanggar prosedur karena saat dieksekusi mati, Humprey dan beberapa terpidana mati lain tengah mengajukan grasi. Belum juga keluar keputusan presiden atas grasi tersebut, eksekusi mati tetap dilakukan tanpa memperhatikan hak mereka sebagai terpidana.

"Kesalahan itu fatal karena mengakibatkan Humprey dieksekusi lebih dulu tanpa melewati prosedur. Meski kecil, ada peluang dirinya selamat," kata Supriyadi.

Di samping itu, dalam undang-undang diatur bahwa notifikasi eksekusi harus dilakukan minimal 72 jam sebelumnya. Tapi nyatanya, notifikasi baru diberikan sekitar 50 jam sebelumnya.

"Hasil putusan itu menunjukkan bahwa Indonesia melanggar HAM dan tidak menegakkan prinsip fair trial dalam isu hukuman mati," kata Supriyadi.

Selain itu, Supriyadi juga meminta pemerintah memoratorium penuntutan pidana mati dan meminta Mahkamah Agung untuk memoratorium terhadap putusan pidana mati. Jaksa dan MA masih bisa menuntut dan menjatuhkan pidana tertinggi berikutnya, yaitu penjara seumur hidup.


Penerapan hukuman mati di Indonesia dianggap ironis. Sebab, kata Supriyadi, Indonesia memperjuangkan keras 71 WNI yang terancam hukuman mati di negara lain. "Tapi di sisi lain menerapkan hukuman mati di negeri sendiri," kata dia.

Karena banyaknya dugaan pelanggaran HAM dan maladministrasi dalam eksekusi mati, pemerintah didesak membentuk tim independen yang melakukan eksaminasi dan review terhadap putusan-putusan terpidana mati. Hal ini untuk melihat adanya potensi unfair trial dan kesalahan dalam menjatuhkan pidana mati.

Tak hanya itu, Presiden Joko Widodo diminta mengevaluasi kinerja Jaksa Agung Muhammad Prasetyo terkait rekomendasi Ombudsman itu.

"Selain itu pemerintah perlu segera melakukan evaluasi terhadap dua eksekusi untuk melihat adanya potensi pelanggaran lain," kata Supriyadi.

"Kami harap Presiden tidak menutup mata untuk melihat bahwa orang dalam daftar terpidana mati itu punya hak untuk memperjuangkan hidupnya atas hukuman mati," lanjut dia.

Sumber

Tidak ada komentar:
Write komentar