Jumat, 18 Agustus 2017

Napi Teroris Bom Sarinah Menolak Untuk Mengikuti Upacara

Napi Teroris Bom Sarinah Menolak Untuk Mengikuti Upacara

Berita Dunia Jitu - Masih ingat dengan kasus terorisme di Sarinah dan Thamrin beberapa tahun lalu? Salah satu kejadian yang hingga kini masih saya ingat hingga sekarang karena bukan mencekamnya, tapi lebih karena merasa aneh atau takjub melihat banyak warga yang ikut menonton, seolah sedang melihat proses syuting film action, tak takut sama sekali. Kalau tidak salah ingat, bahkan ada yang makan sate di sana. Itu sangat memorable buat saya.

Akhirnya pelaku yang bernama Wildan Fauzie Bahriza berhasil diringkus oleh Densus 88 di rumah istrinya, di daerah Indramayu, Jawa Barat tanggal 16 Januari 2016 lalu. Dia juga merupakan lulusan pasca sarjana S2 di Universitas Muhammadiyah Malang. Selain itu dia juga memiliki pengalaman jihad di Suriyah sebagai anggota ISIS. Dia divonis lima tahun penjara. Sebelumnya dia ditempatkan di Rutan Brimob Kelapa 2 Jakarta kemudian dipindahkan ke Lapas Kelas IIB Mojokerto.

Nah ada yang menarik selama dia berada di lapas tersebut. Salah satunya adalah mendapatkan perlakuan khusus dibanding napi lainnya, yaitu ditempatkan terpisah dari yang lain. Saya bisa memahami maksud dari pemisahan tahanan, karena dia bukan sembarang napi, melainkan seseorang yang terafiliasi langsung dengan ISIS, dan punya pengalaman di Suriah. Jelas bukan napi kacangan yang bisa disamakan dengan napi lainnya.

Bisa jadi ada kekhawatiran orang ini akan mempengaruhi napi lainnya. Maklum, orang ini pasti pasti punya kemampuan mempengaruhi orang lain untuk ikut dengannya. Istilah kasarnya cuci otak. Bisa-bisa semua napi ikut gila seperti dia. Itu hal yang tentunya tak diinginkan. Dan yang paling miris adalah, dia juga menolak ikut upacara bendera. Dia juga menolak segala hal yang ada kaitannya dengan Pancasila. Bisa dibilang orang ini anti Pancasila.

“Selama di sini, dia menolak ikut upacara bendera dan segala hal yang berkaitan dengan Pancasila. Karena menurut dia kegiatan tersebut haram. Dia juga menolak salat di masjid lapas bersama penghuni lainnya, dia meminta salat di ruangan sendiri,” ungkapnya. Kali ini jelas, napi ini dan juga teroris lainnya telah mengalami semacam proses radikalisasi yang cukup parah. Cukup parah untuk melakukan serangkaian teror yang meresahkan masyarakat.


Pikiran mereka sudah dirasuki paham khilafah, tak ada nama Pancasila, tak ada namanya indahnya perbedaan, yang ada hanyalah satu ideologi yang sesuai dengan tujuan mereka. Semuanya jadi haram di mata mereka, semuanya tidak benar dan harus dibasmi. Mereka tak segan-segan meresahkan banyak orang, bahkan tak segan menghilangkan nyawa selama mereka yakin berada di jalan yang benar (menurut versi mereka).

Beberapa waktu lalu juga baru saja ditangkap sejumlah orang terduga teroris di Bandung yang berencana menyerang Istana Negara dengan senjata bom kimia model baru. Untungnya berhasil digagalkan sebelum kejadian. Mereka ini sebenarnya sampah yang sesungguhnya. Mereka ini tidak peduli akan efek yang mereka perbuat, yang ada di pikiran mereka adalah tujuan mereka harus tercapai.

Ketika negara ini dengan susah payah dimerdekakan dengan ideologi Pancasila sejak merdeka hingga sekarang, mereka berilusi menjadi pahlawan yang ingin menggantikan Pancasila dengan ideologi yang mereka puja. Padahal apa yang mereka perbuat ini sangat dikutuk, dikecam hingga dihina habis-habisan. Apanya yang pahlawan kalau menggunakan cara kekerasan yang meminta korban jiwa? Di manakah otak mereka saat melakukan itu?

Saya cuma tak menyangka hukuman napi tadi hanya 5 tahun. Padahal apa yang dilakukannya adalah tindakan teror, bentuk tindakan paling meresahkan. Dan hukumannya hanya 5 tahun. Bingung juga sih. Kabarnya orang ini akan dibina dengan cara deradikalisasi oleh kiai dengan harapan dapat kembali ke jalan yang benar. Semoga ini bisa berhasil, karena kalau tidak, kebiasaan lama akan kambuh dan kembali membuat teror.

Mereka, para teroris, sudah pasti anti Pancasila, anti Indonesia, anti persatuan. Yang mereka inginkan adalah negara yang hancur dan porak poranda. Mereka seperti ingin memaksakan ideologinya dengan cara kekerasan bila perlu. Seharusnya kita sadar bahwa mereka ini telah kehilangan kewarasannya.

Seharusnya kita belajar dari WNI yang katanya tertipu dengan propaganda ISIS, berangkat ke sana dengan harapan dapat mengubah hidup dan hidup di bawah naungan negara khilafah. Ternyata kena zonk, alias PHP. Dikasih hidup di negara yang enak, malah memilih yang suka konflik dan perang. Sadarlah. Tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia sudah memikirkan matang-matang sebelum merumuskan Pancasila. Malah pejuang teror gila ini seenak jidatnya ingin mengubahnya. Yang benar saja.

Malah ada pula yang mendukung. Sungguh edan.

Sumber

Tidak ada komentar:
Write komentar