Minggu, 20 Agustus 2017
Memuji Kenegarawanan Presiden Joko Widodo
Berita Dunia Jitu - Tujuh puluh dua tahun sudah Indonesia merdeka. Selama itu pula bangsa Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaannya tersebut. Tidak mudah kemerdekaan itu direbut. Jutaan nyawa dipertaruhkan. Tetapi, oleh semangat kebangsaan yang menggebu, akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya kepada seluruh dunia.
Dengan suara lantang dan berapi-api, di hadapan para pemuda yang gagah berani itu, Soekarno-Hatta tampil membacakan teks proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Pesan kemerdekaan itu selanjutnya diteruskan ke seluruh pelosok negeri yang disambut gegap gempita oleh seluruh rakyat.
Sejak saat itu, setiap tanggal 17 Agustus setiap tahunnya, bangsa Indonesia di seluruh negeri senantiasa merayakan hari kemerdekaannya tersebut. Berbagai cara dilakukan oleh masyarakat untuk memeriahkannya. Dengan menggelar berbagai jenis pertandingan olahraga dan lomba-lomba unik lainnya, seperti: lomba panjat pinang, lomba balap karung, lomba makan kerupuk dan lomba lainnya, menjadi kegiatan yang paling lazim kita temui di seluruh pelosok.
Dari seluruh lomba yang ada, lomba panjat pinang sepertinya menjadi primadona. Akan terasa kurang meriah, ketika lomba yang satu ini tidak dihelat. Panjat pinang selalu mampu menyedot perhatian seluruh warga. Setiap kali lomba ini dilaksanakan, sorak-sorai yang begitu riuh dari warga yang turut menyaksikannya menggema, yang membuat suasana terasa lebih hidup dan penuh semangat.
Terlepas dari kemeriahan yang ditimbulkannya, panjat pinang mengajari kita tentang pentingnya sebuah kerja sama dan kebersamaan, yang merupakan nilai utama kegotong-royongan, yang saat ini sepertinya menjadi barang langka di negeri ini. Bahwa untuk mencapai sebuah tujuan, kerja sama dan kebersamaan yang solid dan kuat sangat dibutuhkan.
Semangat itu pulalah yang saat ini sedang dikobarkan oleh Presiden Jokowi. Beliau sadar betul bahwa semangat kegotong-royongan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara kini semakin menipis. Semangat kerja sama dan kebersamaan yang menjadi senjata utama para pendahulu kita untuk mengusir penjajah dari Indonesia, sepertinya sudah mulai diabaikan.
Akibatnya, gesekan dan pertentangan, serta saling caci di tengah bangsa yang begitu beragam ini semakin kerap terjadi. Atas berbagai kegelisahan tersebut, Jokowi sebagai pemimpin bangsa berusaha keras untuk menguatkan kembali jiwa nasionalisme yang mulai pudar tersebut. Serta menggalakkan kembali nilai-nilai kegotong-royongan yang sudah mulai luntur.
Apa yang terjadi sepanjang tanggal 16-17 Agustus kemarin membuat kita benar-benar tergugah akan nilai-nilai keindonesiaan yang ditunjukkan oleh Jokowi. Rangkaian perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) ke-72 kali ini benar-benar dikemas berbeda dengan yang selama ini lazim dilaksanakan.
Keindonesiaan pertama yang ditampilkan oleh Jokowi adalah ketika menghadiri Sidang Tahunan MPR-DPR-DPD pada tanggal 16 Agustus kemarin. Jokowi tampil mengenakan busana adat khas Bugis. Begitu juga Jusuf Kalla, wakilnya, mengenakan pakaian adat khas Jawa.
Di samping ingin menunjukkan kekompakan di antara mereka berdua, dengan saling bertugar baju adat, mereka juga ingin menyatakan kepada seluruh rakyat Indonesia, bahwa kemerdekaan yang kita nikmati saat ini diperoleh bukan hanya oleh satu suku saja. Tetapi oleh seluruh bangsa Indonesia. Mereka juga ingin menunjukkan kepada kita bahwa Indonesia itu beragam, dan keberagaman itu memang sungguh indah.
Lewat pakaian yang begitu menawan itu, mereka ingin berpesan agar kita senantiasa menghayati nilai-nilai kemerdekaan pada masa kini. Bahwa tidak hanya orang Jawa yang dapat mengenakan pakaian Jawa, dan tidak pula hanya orang Bugis yang dapat mengenakan busana Bugis. Sebab Indonesia adalah satu: satu jiwa, satu dalam keberagaman, yaitu bangsa Indonesia. Ini adalah kali pertama soerang presiden dan wakil presiden tampil dengan busana daerah pada Sidang Tahunan MPR.
Kita memang benar-benar memuji kenegarawanan seorang Jokowi. Beliau sedang membuktikan kepada kita semua, bahwa beliau adalah presiden untuk semua suku, agama, ras dan golongan. Dalam kesederhanaannya, Jokowi memiliki visi yang besar untuk senantiasa menjaga persatuan dan kesatuan bangsa ini. Bahwa kebhinnekaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, yang membuat banyak negara lain iri, harus tetap dijaga dan dipertahankan dari berbagai upaya yang ingin mencoba menyisihnya.
Begitu pula saat upaca perayaan HUT RI ke-72 di Istana Negara. Seluruh tamu undangan yang hadir tampil dengan berbagai jenis busana adat dari berbagai daerah. Nuansa bertabur kebudayaan tampak di setiap sudut istana. Lewat berbagai jenis pakaian adat itu, para undangan yang hadir ingin menunjukkan kekayaan dan keragaman budaya Indonesia. Jika biasanya para tamu undangan diminta untuk mengenakan pakaian sipil lengkap atau setelan jas, namun kali ini benar-benar istimewa. Seluruh tamu diminta untuk mengenakan pakaian adat tradisional.
Tata cara berpakaian yang berbeda tersebut menjadi sejarah baru dalam perayaan HUT RI di Istana. Ini adalah kali pertama Istana dihiasi dengan warna-warni pakaian adat. Sepanjang 72 tahun Indonesia merdeka, baru kali ini seluruh para undangan hadir dengan pakaian khas daerah. Bahkan seluruh Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) yang biasanya tampil dengan seragam kebesarannya, juga tampil beda dari biasanya. Mereka juga turut tampil mengenakan pakaian adat.
Satu hal lagi yang membuat perayaan proklamasi kemerdekaan RI di Istana Negara ini berbeda dan lebih meriah adalah dipilihnya lima tamu undangan dengan pakaian adat terbaik oleh Jokowi. Menkumham, Yasonna Laoly, dengan pakaian adat dari Nias menjadi pakaian adat terbaik menurut Jokowi. Selanjutnya disusul oleh istri Kapolri, Tri Suswati, dengan pakaian adat Papua, Ketua DPD Oesman Sapta Odang dengan pakaian adat dari Minang, Asisten Ajudan Presiden, Muhammad Syarif dengan busana Dayak, dan yang terakhir adalah istri Wakil Ketua MPR Mahyudin, Agati Sulie Mahyudin yang mengenakan pakaian adat Dayak.
Seperti biasa, kelima undangan dengan pakaian adat terbaik itu dihadiahi sepeda oleh Jokowi yang begitu identik dengan beliau selama ini. Sekalipun hanya sebuah sepeda, namun kelihatannya mereka begitu sumringah mendapatkannya. Kegirangan dan sukacita tergambar di wajah mereka. Bahkan Muhammad Syarif dan Yasonna Laoly sontak mengayuh sepeda yang baru saja mereka terima sebagai wujud kegembiraan mereka. Pun pada upacara penurunan bendera di sore harinya, Jokowi kembali memilih lima undangan berpenampilan terbaik. Dan mereka juga dihadiahi masing-masing sebuah sepeda.
Mengenai pemberian hadiah sepeda ini memang kerap dilakukan oleh Jokowi tiap kali
datang ke suatu acara yang dihadiri oleh masyarakat. Biasanya, Jokowi meminta beberapa hadirin untuk menjawab kuis tentang segala sesuatu yang terkait dengan Indonesia yang diajukannya. Dan setiap hadirin yang menjawab dengan benar, berhak mendapat hadiah sepeda dari sang presiden.
Bukan hanya masyarakat biasa saja, bahkan beberapa musisi tanah air telah merasakan nikmatnya mendapat hadiah sepeda dari Jokowi. Saat meresmikan pembukaan Munas VII Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI) saat memperingati Hari Musik Nasional 2017 di Istana Negara, 9 Maret 2017 lalu, Jokowi tidak lupa memberikan kuis berhadiah kepada musisi yang hadir. Raisa, Ita Purnamasari, Andre Henanusa, dan Bimbo berhasil menjawab pertanyaan presiden dan berhak mendapat hadiah sepeda.
Di samping pemberian hadiah sepeda kepada 10 tamu undangan dengan busana adat terbaik, hal lain yang membuat perayaan kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya adalah suksesnya Presiden Jokowi mengundang semua mantan presiden yang masih hidup. Sepanjang sejarah, belum pernah seluruh mantan presiden hadir selengkap tanggal 17 Agustus kemarin. Mulai dari alasan kesehatan, hingga masalah intrik politk menjadi alasan para mantan presiden tersebut tidak hadir di Istana.
Sebutlah Megawati, selama 10 tahun pemerintahan SBY, beliau tidak pernah hadir di Istana Merdeka. Hal serupa juga dilakukan oleh SBY pada tahun 2015 dan 2016 setelah Jokowi menjadi presiden. Praktis selama 12 tahun SBY dan Megawati tidak pernah bertemu setiap kali perayaan HUT RI dilaksanakan di Istana Negara.
Pertikaian di antara kedua tokoh tersebut memang sudah tidak baru. Megawati yang merasa dikhinanati oleh SBY pada tahun 2004 lalu adalah pemicu keretakan hubungan kedua mantan presiden tersebut. Megawati menganggap bahwa SBY, yang pada saat itu menjabat sebagai Menkopolkam, telah berbohong kepadanya. Megawati menganggap bahwa SBY tidak jujur perihal dirinya akan maju menjadi calon presiden.
Begitu pula dengan SBY. Beliau merasa dikucilkan oleh Megawati. SBY menyebut bahwa beliau kerap tidak dilibatkan dalam rapat-rapat kabinet. Hingga pada akhirnya beliau mengajukan surat pengunduran diri sebagai menteri kepada Megawati yang merupakan atasannya.
Ketokohan dan kesahajaan Jokowi setidaknya mampu memperbaiki ketidakharmonisan antara SBY dan Megawati. Setelah 12 tahun tidak pernah hadir secara bersamaan pada upacara bendera di Istana, pada hari ulang tahun Republik Indonesia ke-72 tahun ini, dengan komukasi politik yang cukup manis dan berkualitas yang dibangun oleh Jokowi, kedua tokoh tersebut dipertemukan. Bukan hanya mereka, Habibie, istri almarhum Gusdur, Sinta Nuriyah, dan para mantan wakil presiden yang masih hidup juga turut hadir.
Sebagaimana disampaikan oleh salah seorang politikus teras PDIP, Hendrawan Supratikno bahwa hal baik tersebut tentu membangun optimisme kolektif. Di tengah perbedaan kita semua, kita bisa bersatu untuk membangun kualitas demokrasi yang lebih baik dan membangun peradaban bangsa yang lebih baik. Sebuah pencapian yang luar biasa dari Presiden Jokowi. Pesta kemerdekaan Indonesia ke-72 tahun ini membuat kita semakin optimis, untuk maju menjadi bangsa yang besar.
Satu hal lagi yang membuat kita terkagum-kagum dengan sosok Jokowi adalah sikap rendah hati yang beliau tunjukkan ketika menghadiri Sidang Tahunan MPR-DPR-DPD 16 Agustus lalu. Sebelum dan sesudah membacakan pidatonya, Jokowi, yang tampil sempurna dengan mengenakan pakaian adat Bugis itu, menundukkan badannya memberi hormat di hadapan pimpinan sidang dan kepada seluruh anggota dewan yang hadir.
Keteladanan yang ditunjukkan oleh Jokowi kepada seluruh rakyat Indonesia tersebut, sungguh sebuah keteladan yang teramat mahal. Sekalipun sebenarnya posisi jabatan presiden dan para anggota dewan tersebut setara, tetapi tidak menghalanginya untuk tetap memberi hormat.
Ketika sedang berdoa kepada Tuhannya saja, Tifatul Sembiring, anggota dewan yang terhormat itu, masih saja menunjukkan keangkuhan dan ketidakwarasannya dalam berpikir, namun Jokowi tetap memberi hormat kepadanya. Jokowi memang benar-benar seorang negarawan sejati. Presiden yang begitu sederhana, bersahaja, jujur, tulus dan tegas tentunya.
Sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Write komentar