Senin, 07 Agustus 2017
Kasus Tora Sudiro Bukan Tindak Pidana, Ini Penjelasan Hukumnya!
Berita Dunia Jitu - Aktor Tora Sudiro telah ditetapkan sebagai tersangka kasus psikotropika oleh Polres Metro Jakarta Selatan, Jumat (4/8/2017). Tora Sudiro kedapatan memiliki barang bukti psikotropika berupa 30 butir Dumolid. Selain itu, Tora juga tak mampu membuktikan dirinya membeli obat keras tersebut menggunakan resep dokter. Apakah kasus yang menjerat Tora adalah tindak pidana?
Kalau Tora Sudiro ditetapkan sebagai tersangka karena memiliki obat penenang Dumolid yang salah satu unsur di dalamnya adalah Nitrazepam (psikotropika golongan IV), maka pertanyaan hukumnya adalah sejak kapan memiliki dan mengkonsumsi obat penenang jadi pidana? Apakah obat Dumolid adalah obat yang dilarang sehingga Tora ditetapkan sebagai tersangka? Kan tidak, kalau Dumolid adalah obat yang dilarang maka obat Dumolid tidak ada dijual di apotik karena sifatnya yang dilarang. Obat Dumolid adalah obat penenang sah diproduksi dan boleh diperjualbelikan. Betul obat Dumolid harus dibeli dengan resep dokter, tapi apakah membeli Dumolid tanpa resep dokter sebagaimana yang dilakukan Tora adalah sebuah kejahatan dan pidana? Hanya orang bodoh yang menyatakan Tora membeli dan mengkonsumsi obat Dumolid tanpa resep dokter bisa dipidana lantaran ada Nitrazepam (psikotropika golongan IV) yang terkandung di dalam unsur obat Dumolid.
Dan yang perlu dipahami bahwa unsur Nitrazepam yang ada di dalam obat Dumolid sudah diolah terlebih dahulu oleh pabrik obat hingga proses akhir menjadi obat sehingga sah diperjualbelikan di apotik/toko obat sehingga obat itu seharusnya tidak ada masalah secara hukum. Bahkan penggunaan obat Dumolid oleh Tora hingga 1 tahun tahun/sampai ketergantungan pun tak masalah secara hukum karena Tora tak dapat dipidana walau menggunakan Dumolid dengan dosis yang berlebih, karena penggunaan dosis obat secara berlebih bukan pidana/kejahatan. Ketergantungan Tora terhadap obat Dumolid yang di dalamnya terdapat unsur Nitrapezam bukan pidana. Jika Tora membeli obat Dumolid yang di dalamnya terdapat unsur Nitrzapezam (yang efek sampingnya dapat menimbulkan ketergantungan dan membahayakan kesehatan) menjadi dipidana, ini lucu karena ada/tidak adanya Nitrapezam (psikotropika golongan IV/golongan psikotropika lainnya (I, II dan III) dalam obat , semua obat memiliki efek samping sebagaimana obat Dumolid yang juga memiliki efek samping hingga bisa menyebabkan ketergantungan jika dikonsumsi secara terus-menerus (jika yang dipersoalkan adalah efek samping dan ketergantungan Dumolid yang dikonsumsi Tora).
Dan yang ditemukan dalam kamar Tora bukan Nitrapezam tapi sudah berubah dalam bentuk obat yang bahan dasarnya adalah Nitrapezam dan ini sah dan legal. Jadi dua hal yang berbeda dengan wujud psikotropika jenis Nitrapezam dengan yang sudah jadi obat. Yang dimaksud tanpa hak dalam Pasal 62 apabila Tora memiliki psikotropika dalam wujud aslinya (sebelum diolah menjadi obat penenang/memiliki Nitrapezam asli sebelum diolah jadi obat). Jadi dua hal yang berbeda antara psikotropika jenis Nitrapezam dengan yang sudah menjadi obat. Karena sudah menjadi obat, sah diipejualbelikan dan legal.
Sama halnya dengan minum obat maag yang harus dengan resep dokter tapi bisa dibeli dengan tanpa resep dokter ternyata sembuh, penderita langsung beli itu obat dan jadilah dia tergantung dengan obat itu karena tiap kali maag nya kumat, dia minum itu obat itu, hilang kumatnya, minum lagi dan seterusnya. Ini logika hukum yang sederhana sekali. Saya yakin ahli kesehatan atau farmasi sepakat dengan argumentasi di atas jika bicara mengenai ketergantungan pada obat.
Jadi, jika Tora Sudiro ditetapkan sebagai tersangka hanya karena membeli obat Dumolid tanpa resep dokter lalu mengkonsumsinya dalam waktu 1 tahun dan efek samping mengkonsomsi Dumolid dalam jangka panjang bisa berbahaya bagi kesehatan sebagaimana yang dinyatakan BNN, maka logikanya nanti semua orang yang membeli dan mengkonsumsi obat Dumolid/obat-obat lainnya yang harus dibeli dengan resep dokter bisa dipidana, dan ini logika hukum paling berbahaya karena tidak ada seorang pun yang dapat dipidana jika membeli dan mengkonsumsi obat tanpa resep dokter walaupun pada kemasan obat harus dibeli dengan resep dokter/mengkonsumsi obat melampaui dosis (bukan tindak pidana/kejahatan).
Jika BNN atau Polres Metro Jakarta Selatan tetap berdalih bahwa ada efek samping yang berbahaya jika Dumolid dikonsumsi secara terus-menerus karena Dumolid adalah psikotropika, logikanya semua obat-obatan memiliki efek samping dan berbahaya bagi kesehatan jika dikonsumsi dalam jangka waktu yang panjang dan terus-menerus. Obat Atorvastatin misalnya obat yang merupakan obat untuk menurunkan kolestrol jahat yang jika dikonsumsi dalam jangka panjang bisa mengakibatkan mempengaruhi daya ingat bahkan hingga kerusakan hati, obat itu sudah pasti menibulkan ketergantungan jika kolestrol naik minum lagi, kolestrol naik minum lagi. http://www.farmasiana.com/atorvastatin/atorvastatin/
Selain itu, obat Stugeron yang merupakan obat vertigo juga memiliki efek samping yang berbahaya jika dikonsumsi dalam jangka panjang yakni efeknya walau jarang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan sistem saraf, seperti kejang, sindrom ekstrapiramidal, dyskinesia, termor, dan Parkinsonism. Saya yakin banyak masyarakat yang membeli obat tanpa resep dokter pun termasuk obat pusing kepala yang kebanyan harus dengan resep dokter. Jika mengikuti logika hukum dalam kasus Tora, semua yang membeli obat penenang , Dumolid tanpa resep dokter dapat dipidana, karena jelas Nitrapezam yang ada dalam obat Dumolix sudah diolah menjadi obat kecuali jika Nitrazepam yang belum diolah jadi obat, baru pidana. Penetapan Tora sebagai tersangka juga telah melanggar asas legalitas dalam hukum pidana karena sampai hari ini tak ada aturan yang dapat membuat Tora jadi tersangka hanya karena membeli , obat Dumolid dan mengkonsumsinya melebihi dosis. http://www.kerjanya.net/faq/8145-stugeron-tablet.html
Sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Write komentar