Berita Dunia Jitu - Joko Widodo, Presiden RI yang ke-tujuh ini memang tak henti-hentinya memberi kejutan. Tagline ‘Membangun Dari Pinggiran’ benar-benar bukan hanya jargon politik belaka. Pembangunan dari pinggiran benar-benar diimplementasikan secara nyata. Daerah pinggiran pun bergeliat.
Terobosan-terobosan pada pembangunan di berbagai bidang tak pernah benar-benar berhenti. Hingar-bingar dengan segala pembangunan ternyata tidak hanya menyasar infrastruktur seperti bandara, pelabuhan, pasar, dan Pos Perbatasan Lintas Batas. Komitmen Jokowi untuk membangun bidang pertanian juga tidak main-main.
Pembangunan bidang pertanian pun tidak ketinggalan. Sebelumnya sudah ada terobosan kebijakan di bidang pertanian seperti; Asuransi Tani Padi, Asuransi Ternak, pembagian traktor, distribusi tanah 9 juta ha, pembentukan Toko Tani, pembangunan irigasi. Tidak cukup hanya itu, Presiden lewat Menteri Pertanian, Amran Sulaiman meminta jumlah penyuluh pertanian untuk ditambah. Hal ini karena jumlah penyuluh dengan daerah potensial pertanian tampak pincang.
Tercatat bahwa ada sekitar 72.000 desa potensial di bidang pertanian. Dari jumlah tersebut, jumlah tenaga penyuluh pertanian hanya berkisar pada angka 44.000 penyuluh pertanian. Artinya masih ada kekurangan sebanyak 28.000 penyuluh.
Dalam UU Nomor 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani serta Permentan nomor 72 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Formasi Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian, disebutkan bahwa paling sedikit dibutuhkan satu orang penyuluh dalam satu desa potensial pertanian.
Untuk wilayah Yogyakarta saja, rasio penyuluh pertanian terhadap kelompok tani adalah 1 : 20-22 kelompok tani. Padahal rasio yang dianggap ideal adalah 1 : 8-16. Rasio yang timpang ini menyebabkan fokus pembangunan pertanian tidak benar-benar maksimal.
Ini juga akibat kurangnya perhatian pemerintah (sebelumnya) terhadap sektor pertanian dan para pelaku pertanian. Petani dibiarkan berjuang sendirian. Harga sarana produksi pertanian dikuasai oleh swasta, mulai dari pupuk, bibit, mekanisasi, pestisida, hingga harga panen pun ditentukan oleh tengkulak. Jangankan melindungi petani dari tingginya biaya produksi (yang dikendalikan oleh swasta), sekedar melawan tengkulak sebagai ‘kapitalis kelas teri’ saja pemerintah dibuat keder. Sampai di sini saya berani katakan bahwa beruntung bangsa ini punya Jokowi sebagai Presiden.
Pembentukan Toko Tani, Penyuluh Pertanian, dengan harapan menyerap gabah petani adalah bagian dari upaya menjaga harga jual produk pertanian. Juga meningkatkan posisi tawar petani. Tidak juga mengesampingkan subsidi pupuk dan layanan mekanisasi pertanian (traktor) yang bisa diperoleh dengan gratis.
Berkenaan dengan penyuluh ini, baru-baru Menteri Amran sudah menegaskan pengangkatan penyuluh menjadi CPNS. Dalam acara penyerahan SK CPNS tersebut, Menteri Amran menegaskan dua hal penting yang menjadi tugas PPL yaitu;
Pertama; mengawal penyerapan gabah petani sampai masuk gudang BULOG masing-masing sub-drive untuk kepentingan nasional.
Kedua; mengawal penyerapan gabah petani di wilayah kerja masing-masing minimal 100 ton hingga 200 ton (Pulau Jawa) setara beras selama periode april sampai September 2017. Sedangkan untuk PPL di luar pulau Jawa diberi target 100 sampai 150 ton.
Dengan adanya dua tugas penting ini, Kementan menargetkan bahwa akan mendapatkan cadangan beras 3 juta hingga 4 juta ton. Jika target tersebut terpenuhi maka stok beras nasional hingga 2019 diklaim aman.
Yang penting stok di akhir tahun minimal 2,5 sampai 3 juta ton itu mimpi kita. Tahun lalu sampai 2 juta ton, sekarang aman. Kalau kita capai 2,5 hingga 3 juta ton jauh lebih aman lagi,” ujar Amran.
Masih menurutnya, kalau kemarin kita bergerak lambat, kita akan impor 16 juta ton. Tetapi karena kita bergegas maka untuk tahun pertama kita hanya impor stok cadangan 1 juta ton. Berikutnya setelah La Nina, kita tidak impor lagi.
Sebagai catatan penutup, upaya untuk mendorong penambahan tenaga penyuluh pertanian ini membuktikan bahwa Presiden Jokowi tidak hanya bermain pada tataran jargon, visi, tetapi sudah menukik hingga hal teknis lapangan. Benar, hal teknis seperti ini cenderung tidak mendapat perhatian. Bahkan hingga bertahun-tahun.
Petani dibiarkan berjuang sendirian. Sementara ketika produksi beras anjlok, dan pemerintah mengambil langkah impor, kita serentak menjadi ‘Pencaci Pemerintah’ yang vokal. Langkah menambah tenaga penyuluh pertanian adalah upaya realistis mendorong peningkatan produksi pertanian, nilai tawar petani, juga sebagai upaya menyongsong visi Kedaulatan Pangan.
Semoga!!
Sumber
Tidak ada komentar:
Write komentar