Selasa, 08 Agustus 2017

Di Tuduh Presiden Diktator, Jokowi Menanggapi Dengan Cara Unik

Di Tuduh Presiden Diktator, Jokowi Menanggapi Dengan Cara Unik

Berita Dunia Jitu - Menjadi seorang presiden di Indonesia nampaknya memang harus siap untuk menghadapi serangan, fitnah, cacian, dan hantaman yang datang dari lawan-lawan politiknya. Tidak heran tuduhan dan cacian tersebut bisa saling berlawanan. Sekarang dituduh A, besok bisa jadi dituduh Z.

Awal mula Jokowi menjadi presiden, Jokowi disebut sebagai presiden boneka. Jokowi disebut-sebut sebagai boneka Megawati dan PDIP. Jokowi dianggap tidak punya kekuatan apapun untuk keluar dari baying-bayang Megawati dan PDI P. Dengan modal tampang yang ndeso dan tidak segagah presiden sebelumnya, Jokowi diremehkan oleh sebagian masyarakat.

Tidak sampai dua 3 tahun, sebutan untuk Jokowi nyaris berubah seratus delapan puluh derajat. Jokowi yang dulu disebut presiden yang lemah dan hanya sebagai boneka, kali ini disebut sebagai presiden diktator. Saya pikir ini sebuah pencapaian yang luar biasa dimana Jokowi mampu merubah paradigama masyarakat yang sebelumnya menganggap presiden lemah danb boneka, sekarang presiden diktator. Hehe

Sebetulnya Jokowi sejak dulu sampai sekarang sama saja. Hanya oknum-oknum politik saja yang terus menerus mencari kesalahan Jokowi. Apapun yang dilakukan oleh Jokowi dianggap salah. Mereka akan terus mencari anti-tesa dari kebijakan-kebijakan Jokowi.

Hanya karena presidential threshold 20 %, menerbitkan Perppu Ormas, membubarkan HTI, serta memberantas habis para bandar narkoba, Jokowi dianggap presiden diktator. Namun saya yakin, jika Jokowi tidak menerbitkan Perppu Ormas dan membubarkan HTI dan memberantas narkoba, Jokowi sudah pasti bakal disebut presiden yang lemah karena tidak mampu menangkal paham radikal dan anti-pancasila yang dibawa oleh HTI. Pada intinya apa yangdilakukan oleh Jokowi selalu salah, titik!

Beruntung Jokowi adalah presiden yang cuek, lebih memilih fokus bekerja, serta tidak perlu menanggapi tuduhan dan fitnah dengan serius. Sangat tidak layak fitnah murahan harus ditanggapi dengan serius, hanya membuang-buang tenaga saja.

Cara Jokowi menanggapi fitnah dan tuduhan ini yang membuat lawan ketar-ketir karena Jokowi sama sekali tidak bisa dipancing. Jokowi sangat lihai untuk meloloskan diri dari jebakan-jebakan dibalik fitnah dan tuduhan.

Jokowi menanggapi tuduhan presiden diktator dengan cara yang unik, lucu, namun sangat mengena. Jokowi menyampaikan bahwa dirinya bukan seorang pemimpin yang diktator saaqt memberikan kuis kepada salah satu peserta dalam peresmian Pasanggiri Nasional serta Kejuaraan Nasional tingkat remaja Perguruan Pencak Silat Nasional (Persinas) ASAD di Ponpes Minhaajurrosyidiin, Jakarta Timur, Selasa (8/8).

Saat itu, Jokowi meminta salah satu peserta yang bernama Gladis untuk maju lebih dekat dengan dirinya. Saat itu pula, sang Presiden meminta agar Gladis tak takut kepadanya lantaran dirinya bukan seorang pemimpin yang diktator.


Jokowi mengatakan, akhir-akhir ini di media sosial tak sedikit kalangan yang menyebut dirinya seorang pemimpin yang otoriter. Karena itu, ia menegaskan bahwa dirinya bukanlah sosok yang otoriter.

“Sekarang di Sosmed kan banyak yang menyampaikan bahwa Presiden Jokowi itu otoriter. Masa wajah saya kaya gini wajah diktator,” ujarnya.

Gaya berpolitik Jokowi saya akui jempolan. Jokowi bisa memanfaatkan situasi dan kondisi untuk menyampaikan pesan dan tanggapan terkait tuduhan-tuduhan dan fitnah yang datang kepada dirinya. Cara Jokowi menanggapi fitnah dan tuduhan sebagai presiden diktator dalam acara kuis saya yakin sangat mengena di masyarakat.

Dengan gaya yang lucu, unik, dank has Jokowi membuat nalar masyarakat membenarkan apa yang dikatakan oleh Jokowi. Jokowi menjadikan wajah ndesonya sebagai argumentasi bahwa dirinya bukan presiden diktator. Nampaknya masyarakat bisa menerima argumentasi Jokowi.

Gaya Jokowi dalam menanggapi fitnah dan tuduhan semakin menunjukkan bahwa Jokowi kelasnya jauh di atas Prabowo dan SBY. Untuk menanggapi presidential threshold 20%, SBY dan Prabowo baru berani buka suara setelah mereka mengadakan pertemuan. Mereka saling membutuhkan satu sama lain hanya untuk melontarkan komentar bahwa Jokowi menipu rakyat dengan presidential threshold 20%, serta telah melakukan abuse of power. Mereka nampaknya tidak berani melontarkan pernyataan itu jika keduanya tidak mengadakan pertemuan terlebih dahulu.

Bandingkan dengan gaya Jokowi dalam menanggapi fitnah dan tuduhan. Jokowi tidak perlu mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh besar hanya untuk menanggapi fitnah murahan.Jokowi bisa menjadikan masyarakat sebagai media untuk menanggapi fitnah.Jokowi tidak butuh bersanding dengan tokoh besar dalam menanggapi fitnah. Jokowi hanya butuh acara kuis dan seorang gadis untuk menyampaikan pesan ke seluruh rakyat Indonesia bahwa tuduhan presiden diktator tidak benar dan hanya fitnah murahan.

Sumber

Tidak ada komentar:
Write komentar