Rabu, 23 Agustus 2017
Bijaklah Menggunakan Media Sosial
Berita Dunia Jitu - Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya media sosial merupakan salah satu teknologi yang sangat perlu untuk mendapatkan perhatian khusus dari semua pihak, terutama dari penggunanya. Karena dengan media sosial, seseorang dengan begitu mudah dan cepat menyebarkan berbagai konten dengan tujuan tertentu ke ruang publik. Sehingga memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat. Namun tidak jarang, media sosial digunakan sebagai sarana penyebaran konten-konten yang dapat menimbulkan permusuhan, kebencian, dan perpecahan.
Penggunaan media sosial yang salah bisa menimbulkan keributan di dunia nyata. Contohnya beberapa waktu yang lalu terjadi peristiwa yang dikenal sebagai persekusi. Persekusi adalah pemburuan sewenang-wenang terhadap seseorang atau sejumlah warga oleh kelompok tertentu untuk diintimidasi, disakiti, hingga diancam nyawanya semakin marak belakangan ini.
Kejadian persekusi yang cukup heboh diantaranya tentang Fiera Lovita seorang dokter berusia 40 tahun yang bekerja di RSUD Solok, Sumatera Barat diintimidasi sejumlah anggota ormas setelah mengkritisi pimpinannya lewat akun facebook pada 19 Mei 2017 lalu.
Seorang remaja keturunan Tionghoa yakni PMA (15) menjadi korban persekusi oleh sekelompok anggota ormas. Diduga pelakunya adalah berasal dari ormas di Cipinang Muara, Jakarta Timur. Beredarnya pula video yang menggambarkan peristiwa persekusi terhadap PMA.
Dilatarbelakangi oleh kekhawatiran akan maraknya penyebaran informasi yang tidak benar, hoax, fitnah, ghibah, namimah, gosip, pemutarbalikan fakta, ujaran kebencian, dan permusuhan melalui media sosial yang akan menyebabkan disharmoni sosial, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Komisi Fatwa-nya menerbitkan Fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang “Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial”.
Dalam fatwa tersebut, ada lima hal yang diharamkan bagi setiap muslim dalam berinteraksi melalui media sosial; 1). Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan. 2). Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar golongan. 3). Menyebarkan hoax, serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti informasi kematian seseorang yang masih hidup. 4). Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar’i, dan 5). Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya. Selain itu, dalam fatwa tersebut, MUI juga memberikan pedoman detail terkait dengan aktivitas setiap muslim di media sosial.
Haram adalah sebuah status hukum terhadap suatu aktivitas atau keadaan suatu benda (misalnya makanan). Orang yang melakukan tindakan haram atau makan binatang haram akan mendapatkan konsekuensi berupa dosa.
Apresiasi yang begitu besar layak kita tujukan kepada MUI atas penerbitan fatwa mengenai media sosial. Fatwa yang begitu detail tersebut memang sangat dibutuhkan oleh umat Islam di era informasi dan komunikasi saat ini, karena media sosial merupakan sebuah teknologi terkini dalam bidang informasi dan komunikasi yang perlu untuk dikaji hukumnya dalam kerangka hukum Islam terkait dengan berbagai aktivitas penggunaan media sosial. Dengan terbitnya fatwa tersebut, umat Islam memiliki pegangan dan pedoman di dalam beraktivitas di media sosial, sehingga aktivitas yang dilakukan di media sosial didasari oleh nilai-nilai keislaman.
MUI diharapkan tidak hanya sekedar mengeluarkan fatwa, tapi ditindaklanjuti dengan mengadakan sosialisasi yang masif ke masyarakat. Para ulama memberikan khutbah, tausiyah tentang isi fatwa, sehingga masyarakat bisa mengetahuinya. Para ulama dengan dalil-dalilnya tentu sangat dipercaya oleh masyarakat.
MUI tidak bisa memberikan sanksi langsung kepada pengguna media sosial yang melakukan fitnah bully dan lain-lain. Tapi bisa menanamkan keyakinan kepada setiap individu bahwa perbuatan tersebut adalah haram dan berdosa.
Nilai-nilai keislaman memang harus menjadi ruh dalam seluruh aktivitas setiap muslim kapanpun dan dimanapun dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk di media sosial. Dengan adanya ruh tersebut dalam beraktivitas di media sosial, selain akan menyelamatkan diri dari tindakan-tindakan yang negatif, setiap muslim juga telah berkontribusi dalam menjaga keharmonisan kehidupan bermasyarakat.
Namun demikian, semua itu dapat terwujud apabila setiap muslim telah memiliki tingkat kesadaran yang tinggi bahwa keberadaan dirinya di media sosial memiliki peran strategis dalam menciptakan iklim keharmonisan di dalam kehidupan, sehingga dengan kesadaran yang tinggi, diharapkan mereka dapat memiliki self control berbasis nilai-nilai keislaman dalam beraktivitas di media sosial. Karena pada hakikatnya iklim keharmonisan di masyarakat dapat terwujud, diawali dari pribadi setiap individu.
Dengan terbitnya fatwa MUI tentang media sosial tersebut menjadi momen untuk peningkatan kesadaran terkait etika beraktivitas di media sosial, dan untuk penguatan self control berbasis nilai-nilai keislaman pada diri setiap muslim, agar dapat lebih bijak dalam memanfaatkan dan menggunakan media sosial.
Dengan sikap seperti itu, media sosial dapat memberikan manfaat dalam mewujudkan kebaikan bersama, dan iklim keharmonisan kehidupan bermasyarakat dapat terjaga dengan baik. Jadilah setiap individu sebagai pelopor pengguna media sosial yang bijak, karena kiprah seorang individu begitu sangat besar pengaruhnya terhadap khalayak ramai.
Sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Write komentar