Senin, 30 Oktober 2017

Mengapa Pembenci Ahok Sulit Dinasehati?

Mengapa Pembenci Ahok Sulit Dinasehati?

Berita Dunia Jitu - Tulisan ini lahir dari kegelian saya terhadap kelompok pembenci Ahok yang sering meneriaki orang-orang waras pro-Ahok sebagai kaum gagal move on. Sebenarnya tidak sukar membungkam skeptikus pembenci Ahok ini. Seorang skeptikus tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan kita secara memuaskan sehingga masuk akal.

Biasanya kaum pembenci ahok tidak melangkah jauh dalam hal pengambilan data. Atas rasa frustasi itu, mereka berbalik menyerang pribadi lawan melalui ejekan atau penciptaan stereotype negatif “Gagal Move on”.

Goldstein, pernah menyimpulkan bahwa pegetahuan kita mengenai kenyataan selalu bergantung pada sifat-sifat metode penelitian. Jika metode dalam menarik suatu kesimpulan sudah cacat, apalagi yang bisa diharapkan?

Jangan kaget jika kaum skeptikus pembenci ahok ini paling ngeyel dan menolak nasihat orang waras dalam memandang benar dan salah. Mari kita tinjau beberapa alasan yang diutarakan oleh para pembenci ahok dan kita coba menilai alasan-alasan mereka: Sungguhkah masuk akal?

Prestasi Ahok sebuah fiksi?

Saya tidak akan berpanjang lebar mengingatkan berbagai macam prestasi ahok selama menjadi Gubernur DKI 2014-2017, karena anda degan mudah menemukannya melalui penarikan data ilmiah. Namun saya akan mencoba membedah kesesatan alam berpikir kaum skeptikus pembenci Ahok ini dengan pisau analisis rasionalitas layaknya orang waras berpikir.

Seringkali, karena panik dengan segudang pencapaian Ahok, bentuk skeptisisme pembenci ahok diwujudkan dengan kesangsian apakah prestasi Ahok di masa silam pernah ada?. Mungkin mereka menganggap berbagai pencapaian positif ahok dimasa silam hanya merupakan rekaan, hasil khayalan yang dilebih-lebihkan, dan harus dinegasikan.

Apabila seseorang sangsi akan adanya masa silam yang sulit ditemukan bukti ilmiahnya (kesaktian gadjah mada, kemampuan moksa, kehadiran raksasa-raksasi) mungkin bisa diharapkan orang tersebut merumuskan kesangsiannya dengan tepat. Apa yang disangsikannya? Setidaknya, ia harus punya gambaran representasi dunia yang disangsikan. Andaikata dunia itu pernah ada, lalu bagaimana bentuknya?

Tetapi masalahnya, seorang skeptikus pembenci ahok tidak dapat menerangkan apa yang disangsikannya, maka sukarlah mengadakan suatu diskusi dengan orang-orang semacam ini. Selain itu, mereka harus punya alasan mengapa menyangsikan suatu hal itu, bukan? Sampai disini saya yakin, sekarang pembaca bisa menemukan persamaan antara skeptikus pembenci ahok dengan kaum bumi datar, penolak sains dan rasionalitas. Hehehe…

Meminjam penalaran Oakeshott, kita mendapati jawaban bahwa pengetahuan mengenai keberhasilan Ahok dibenarkan karena adanya bukti-bukti historis (pembangunan, dokumen dan data, piagam penghargaan dll) yang sangat mudah kita temui dan amati eksistensinya.

Namun kaum pembenci Ahok mengacaubalaukan barang bukti ini dengan penolakan represif. Satu-satunya yang bisa dilakukan mengingkari kehadiran Ahok dengan praktik-praktik penyingkiran secara massif melalui propaganda media untuk menghapus memori sosial masyarakat terhadap segala keberhasilan Ahok selama menjadi pemimpin.

Menolak Kebenaran Ilmiah

Plato pernah bertanya: "Apakah kebenaran itu?, F.H Bradley menjawab; "Kebenaran itu adalah kenyataan", tetapi bukanlah kenyataan (dos sollen) itu tidak selalu yang seharusnya (dos sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentuk ketidakbenaran (keburukan).

Agaknya dialog pemikiran lintas zaman antara keduanya tepat memahami definisi kebenaran yang seringkali dipersoalkan. Manusia waras selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh untuk memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman atau empiris.

Struktur pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan dalam hal menangkap kebenaran. Setiap tingkat pengetahuan dalam struktur tersebut menunjukkan tingkat kebenaran yang berbeda. Pengetahuan inderawi merupakan struktur terendah, sedangkan pengetahuan yang lebih tinggi adalah pengetahuan rasional dan intuitif.

E.G Collingwood (1889-1943) berujar: ”pengetahuan mengenai apa yang langsung bisa diamati , pantas dipercaya dan diandalkan.” Kaum skeptis pembenci ahok tidak mau melihat fakta, tapi mengkonstruksikan fakta sesuai keinginan mereka agar cukup masuk akal untuk pembenaran.

Terhadap jalan pikiran ini dapat diajukan berbagai keberatan, misalnya lenyapnya kenyataan obyektif. Implikasinya, yang dihasilkan hanyalah bentuk skeptisisme estrem dan kepincangan dalam diskusi menolak kepantasan ahok untuk “dicintai” rakyatnya.


Aneh juga rasanya para skeptikus pembenci ahok ini susah menangkap kebenaran, mengingat banyak dari mereka adalah kaum akademisi yang memiliki kapasitas intelektual. Namun lucunya, orang-orang semacam ini memiliki tingkat yang lebih tinggi dalam menangkap kebenaran secara tidak lengkap, tidak terstruktur, dan pada umumnya kabur, khususnya pada pengetahuan inderawi dan naluri.

Bukan gagal tapi menolak “Move on”

Mungkin benar pepatah yang mengatakan “pemimpin merupakan buah yang dipetik dari masyarakatnya.” Demikian kalimat itu mewakili kedunguan kaum skeptikus pembenci ahok dalam mendukung pemimpinnya, Anies-Sandi.

Jika kerja pemimpin baru ini tidak pernah bisa meniru prestasi pemimpin sebelumnya, adalah sebuah kewajaran karena ia dipilih oleh 58 % kelompok irasional penolak kebenaran. Saking senewennya, upaya menghapus sosok Ahok dari memori kolektif masyarakat dilakukan oleh pendukung ahok melalui tuduhan” Gagal Move on” sebagai serangan “label” yang paling tidak rasional dan menyerang pribadi secara arogan.

Pada dasarnya, orang waras bisa membedakan gagal move on dengan menolak move on dari bagaimana mereka merawat ingatan terhadap sosok yang dicintai dan dikagumi. Sejatinya, mekanisme rekonstruksi ingatan menjadi begitu penting untuk keberlangsungan peristiwa dan pengaruh seorang tokoh tersebut abadi atau terlupakan.

Meminjam kalimat menarik Jan Vansina, tentang suara (baca: ingatan) dari masa silam :” Ingatan manusia (memori) adalah satu keajaiban alami dunia, khususnya bagaimana seseorang mungkin untuk mengigat secara agak akurat dan untuk mengingat dengan banyak sesuatu yang secara material sudah tidak ada lagi.

Move on adalah pilihan. Mengapa orang waras tegas menolak move on? karena Ingatan terhadap sosok Ahok melekat abadi dalam memori otak kaum rasionalis.

Bagi mereka yang menggunakan logika otak dalam berpikir, tentu paham jika ingatan memiliki kedudukan yang sangat menarik dimana menempatkan manusia yang mampu merekam milyaran peristiwa yang dahsyat tersebut membentangkan tempat dimasa lalu. Ia menghadirkan percakapan masa lalu, tindakan masalalu, atau ide-ide yang pernah dilakukan oleh seseorang bahkan meski seseorang tersebut sudah tiada.

Dalam diri Ahok, masyarakat menemukan sosok yang tepat dalam mengatasi perubahan mentalitas melalui perubahan institutional. Perubahan institutional untuk perubahan mentalitas hanya bisa dilakukan oleh Ahok. Ia mampu menjadi teladan dan mampu mengarahkan perubahan.

Bordieau menunjukkan kualitas semacam itu sebagai hasil habitus. Habitus bisa ditularkan karena merupakan prinsip pengorganisasian praktik dan representasi. Dengan demikian, wujud habitus bisa berupa sikap, kecenderungan dalam mempersepsi, merasakan, bertindak dan berpikir yang dibatinkan individu berkat kondisi obyektif eksistensi seseorang.

Kualitas pemimpin yang memiliki integritas publik tumbuh dari pelatihan kepekaan terhadap kebutuhan masyarakat dan teruji dalam profesi, terutama keterlibatannya dalam mengelola birokrasi dan transparansi. Jadi proses itu yang memungkinkan pemimpin memperoleh capital simbolik (pengakuan sosial) melalui ingatan yang melekat abadi. Cirinya terungkap pada wibawa, pengaruh positif, dipatuhi dan disegani.

Bahkan loyalitas untuk menolak move on terus terjaga meskipun Ahok terpenjara. Kepercayaan itu tidak bisa dicuri oleh kaum skeptivis pembenci ahok hanya dengan kekonyolan tuduhan”Gagal move on!”. Mengapa orang waras harus menukar berlian dengan akik? Nah, jika masih bersikeras meminta orang-orang waras untuk move on dari Ahok, apa anda waras?

Sumber

Tidak ada komentar:
Write komentar