Minggu, 29 Oktober 2017
Gagal Bertemu Luhut, Anies Dinilai Tak Dianggap
Berita Dunia Jitu - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan batal bertemu dengan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. Agenda pertemuan sedianya membahas proyek LRT.
"Akhirnya tidak karena ternyata hampir semua tidak ada yang hadir, Pak Menko tidak hadir, para menterinya tidak hadir. (Yang hadir) semuanya deputi. Akhirnya saya kirim deputi dulu lah," terang Anies di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (27/10/2017).
Anies mengatakan pertemuan dengan Luhut bukan untuk membahas reklamasi. Tapi pertemuan batal.
"Oh nggak (bahas Reklamasi). Bahas tentang LRT dibahas di sana (kantor Kemenko Maritim). Akhirnya koordinasinya dari kita juga semua kepala, Bappeda, kemudian asisten berangkat ke sana," ujar Anies.
"Kalau tadi jadi semuanya bertemu saya hadir. Jadi biar saya jadwalin. Nggak tahunya pada gak bisa semua," imbuhnya.
Menurut Anies akan pertemuan dengan Luhut akan dijadwal ulang. Namun belum ditentukan tanggalnya. "Belum tahu (jadwal selanjutnya)," katanya.
Seperti kita tahu bahwa rencana pertemuan dengan Menko Maritim sudah pernah gagal beberapa kali, entah siapa yang sibuk dan siapa yang ingkar, tapi dari hal ini dapat kita lihat dengan jelas bahwa sepertinya sesuatu yang terjadi antara mereka, berikut asumsinya :
Menko Maritim anggap pertemuan dan bahan bahasan adalah hal yang sia-sia
Seperti kita semua ketahui bahwa pertemuan ini sedianya akan membahas soal reklamasi, tetapi reklamasi bukan proyek yang baru kemarin dibangun dan kapanpun bisa di hentikan.
Proyek reklamasi Jakarta secara politik tidak bisa dihentikan oleh siapa pun pejabat Gubernur DKI Jakarta terpilih karena pembangunan itu sudah diputuskan dan direncanakan sejak lama serta menjadi kebutuhan Ibu Kota Jakarta.
"Siapa pun pasangan terpilih, secara politis tak akan berani menghentikan proyek itu," kata Pengamat Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Pangi Syarwi Chnago dikutip dari Antara, Minggu 9 April 2017.
Data menunjukkan, hingga saat ini terdapat 17 pulau yang akan dibuat melalui reklamasi dengan melibatkan sembilan pengembang. Beberapa di antaranya bahkan Badan Usaha Milik Daerah Jakarta dan Badan Usaha Milik Negara.
Di antara pulau hasil reklamasi adalah Taman Wisata Ancol dan Pelabuhan Baru Tanjung Priok. Saat ini Ancol dikelola PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk milik pemerintah provinsi Jakarta. Ancol adalah perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan sebagian sahamnya dikuasai masyarakat.
"Reklamasi sudah berjalan. Kalau dihentikan, akan banyak yang terimplikasi. Ini kan karena ada momentum Pilkada saja. Kalau saja tidak ada Pilkada DKI, pembangunan lanjut saja. Saya melihat, setelah Pilkada usai isu ini bakal hilang sendiri," kata Pangi.
Sementara Tanjung Priok dikelola PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II yang dimiliki pemerintah pusat. Bahkan, Pelabuhan Priok hasil reklamasi tahap I sudah diresmikan Presiden Joko Widodo, Agustus 2016. Penghentian reklamasi akan membuat Pemerintah Jakarta berbenturan dengan pemerintah pusat.
Kedua, Pemerintah Jakarta akan dibanjiri gugatan hukum dari para pengembang karena menghentikan sepihak proyek yang sudah berjalan. Bahkan, tak tertutup kemungkinan pengembang akan menuntut ganti rugi kepada pemda akibat kebijakan ini.
Sebagai contoh, pengembang Pulau C, D, dan G yang sudah mengeluarkan dana sangat besar saat memulai konstruksi proyek. Sementara daerah tak memiliki dana untuk ganti rugi.
Padahal, proses pengadilan hingga diperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap (incracht) hampir dipastikan berlarut-larut. Apalagi, persoalan ini sangat kental dengan aroma politik.
Selama proses pengadilan, proyek reklamasi berada dalam "status quo". Jika ini yang terjadi maka seluruh pihak yang terlibat terjebak dalam situasi yang serba tidak pasti. Kondisi ini akan sangat buruk terhadap persepsi investor.
Ketiga, penghentian reklamasi akan membuat proyek pembangunan tanggul raksasa yang mengandalkan pembiayaan dari kontribusi pengembang tersendat. Dengan biaya yang sangat besar, anggaran negara tak akan cukup membiayai mega proyek ini.
Jika tanggul tak bisa dibangun maka, tambahnya, dipastikan Jakarta Utara akan diterjang banjir rob di setiap bulan purnama. Ini lantaran permukaan air laut yang terus naik akibat perubahan iklim yang dibarengi penurunan permukaan daratan karena pengambilan air tanah yang berlebihan.
Proyek reklamasi tidak hanya dibutuhkan tetapi juga memakan biaya yang tidak sedikit dengan perjanjian dan kontrak kerja yang mengikat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan swasta, sehingga Gubernur DKI tidak dapat begitu saja menghentikannya karena efek dominonya yang sangat panjang dan besar.
Anies diremehkan, disepelekan dan tak dianggap
Pertemuan ini sudah beberapa kali dijadwal dan beberapa kali itu pula gagal, hal ini jadi pertanyaan besar bagi kita masyarakat DKI, benarkah mereka semua sesibuk itu hingga benar-benar sulit atur waktunya, jika benar kesibukan jadi alasan utama mereka, kenapa pertemuan ini menjadi begitu sulit, bukankah pertemuan ini untuk kepentingan bersama, dan bukankah ini pekerjaan mereka.
Pertemuan ini bukan pertemuan tanpa maksud dan tanpa isi dan tanpa guna, semisal Nonton Bola, Main Gaplek atau Main Catur yang jika sibuk bisa kita tunda dan tolak, ini pertemuan penting, bahas hal penting, dengan orang penting, timbul asumsi bahwa jangan-jangan Gubernur terpilih DKI Jakarta kita ini dianggap tidak penting dan tidak punya kepentingan soal ini, jika asumsi ini benar maka hal ini sangatlah melukai hati Mukidi, ini penting dan genting bagi Mukidi, karena surti sudah bunting dan pusing, dasar Mukidi.
Sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Write komentar