Rabu, 16 Agustus 2017
Tidak Ada Lembaga Negara yang Absolut
Berita Dunia Jitu - Presiden Jokowi selalu diterpa isu yang tidak sedap. Awal menjadi presiden dituding pemimpin yang tidak tegas, ndeso dan kelemer-kelemer. Kemudian akhir-akhir ini dituduh presiden diktator. Padahal tidak tegas merupakan antitesis dari diktator. Tidak tegas artinya peragu sedangkan diktator artinya mempunyai kekuasaan mutlak dan menindas rakyat.
Sebutan diktator kepada Jokowi tidak lepas dari kebijakannya yang menerbitkan Perppu No.2 tahun 2017 tentang Ormas dan membubarkan Ormas radikal serta anti Pancasila.
Kalau dilihat secara jernih penerbitan Perppu ini sebenarnya bertujuan untuk menegakkan demokrasi di Indonesia, sehingga jauh dari kesan diktator. Karena Ormas yang dibubarkan adalah Ormas anti Pancasila dan menolak demokrasi yang dianut oleh Indonesia saat ini. Selain itu, HTI ingin mengubah sistem politik Indonesia menjadi khilafah yaitu gabungan beberapa negara dibawah satu kepemimpinan. Justru khilafah yang diperjuangkan inilah merupakan sistem kepemimpinan diktator.
Salah seorang yang menuduh Jokowi diktator adalah wakil ketuda DPR-RI dari fraksi partai Gerindra Fadli Zon. Padahal kalau Fadli Zon mau introspeksi diri, justru partainya sendiri yang tidak demokratis dan dipimpin oleh diktator. Prabowo merupakan satu-satunya tokoh yag paling kuat di partai Gerindra. Gerindra juga selama berdiri, baru satu kali mengadakan kongres, yaitu kongres luar biasa. Itu pun karena ketua umumnya (alm) Suhardi meninggal dunia.
Dalam kongres tersebut Prabowo ditunjuk sebagai ketua umum partai Gerindra, untuk masa jabatan 5 tahun berikutnya. Padahal ketua umum yang ditunjuk di kongres luar biasa bertujuan untuk mengisi jabatan yang sifatnya sementara, sebelum ditemukan pengganti.
Selanjutnya yang ikut-ikutan menuding Jokowi diktator adalah Fahri Hamzah. Menurut sohib Fadli Zon ini Jokowi disebut diktator karena menerbitkan Perppu No.2 tahun 2017 tentang Ormas. Bagi Fahri penampilan Jokowi benar tidak diktator tapi kebijakannya membubarkan Ormas intoleran menghilangkan kebebasan, dekat dengan tindakan otoriter.
Kalau melihat jauh ke dalam, bisa jadi Fahri lah yang diktator. Biasanya diktator itu keras kepala dan ingin menang sendiri. Fahri terbukti keras kepala. Setelah dipecat dari PKS dan digantikan jabatannya, masih tetap saja berkantor di DPR-RI dan menjadi wakil ketua DPR alias anggota DPR independen
Beberapa kali Jokowi menangkal sebutan pemimpin diktator kepadanya. Saat bersilaturahmi ke Ponpes Minhaajurrosyidin, Selasa (8/8/2017) di Lubang Buaya, Jakarta Timur, Jokowi menjelaskan bahwa konstitusi Indonesia mengatur pembagian kekuasaan antar lembaga negara dan saling mengawasi. Sehingga tidak ada satupun lembaga negara termasuk eksekutif memiliki kekuasaan mutlak atau otoriter
Kemudian saat meresmikan Museum Keris Indonesia, Rabu (9/8/2017) di Solo Jokowi kembali menjelaskan tidak ada pemerintah otoriter di Indonesia termasuk dirinya bukanlah diktator. Jokowi sempat berguyon, awal jadi presiden dikatakan presiden ndeso dan klemer-klemer. Setelah pemerintah menegakkan konstitusi dikatakan diktator.
Terakhir, pada hari ini, Rabu (16/8/2017) presiden kembali menyentil tidak ada kekuasaan yang absolut di Indonesia. Hal ini disampaikan saat pidato presiden di depan sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di kompleks parlemen. Jokowi menyampaikan tidak ada lembaga negara yang memiliki kekuasaan mutlak yang lebih besar dari lembaga-lembaga negara lain. Segenap lembaga negara justru dapat bekerjasama dengan baik, saling mengingatkan, saling kontrol dan saling melengkapi dalam spirit persatuan. Dan kerjasama ini tidak akan memperlemah fungsi dan kewajiban yang dijalankan oleh lembaga-lembaga negara. Jokowi menambahkan sistem inilah yang menjadi jati diri Indonesia dan kekuatan bangsa.
Pemerintah menertibkan Ormas radikal dan anti pancasila bukanlah sebuah kediktatoran, seperti yang dituduhkan kepada presiden Jokowi. Justru Jokowi ingin menjaga marwah demokrasi Indonesia dan ideologi bangsa yaitu Pancasila.
Ormas anti Pancasila yang ingin mengubah ideologi negara seperti HTI telah berkembang pesat di Indonesia. Terhitung ada jutaan masyarakat yang telah bergabung ke dalam partai pendukung khilafah tersebut. Hal ini juga telah menyebabkan terjadinya pertentangan di masyarakat. Dari sekian banyak pendukung HTI di Indonesia, yang menolak HTI juga lebih banyak lagi, termasuk Ansor dan Banser.
Sebelum terlambat, sebelum ideologi bangsa ini dikuasai oleh antek-antek HTI dan sebelum Indonesia dihapus dari muka bumi diganti dengan sistem khilafah yang sebenarnya diktator, sudah tepat HTI dibubarkan.
Sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Write komentar