Senin, 28 Agustus 2017

Ternyata Jasriadi, Ketua Sindikat Saracen Pendukung Prabowo Di Pilpres 2014

Ternyata Jasriadi, Ketua Sindikat Saracen Pendukung Prabowo Di Pilpres 2014

Berita Dunia Jitu - Terungkapnya kasus komplotan penyedia jasa ujaran kebencian menemukan fakta baru, bahwa ketua sekaligus pendiri kelompok Saracen adalah pendukung pasangan Prabowo-Hatta di Pilpres 2014 yang lalu

Sedikit profil Jasriadi. Sebelum berkenalan dengan dunia internet dia berprofesi sebagai wirausaha. Pria yang cari makan dengan jual kebencian ini pernah memiliki bisnis rental mobil dan les privat.

Menurut hasil wawancara dengan media Tempo, grup Saracen mulai berdiri sejak tahun 2015, ketika diadakan pertemuan akbar di salah satu masjid di Jakarta Utara membahas pemilihan pemimpin. Dalam pertemuan tersebut muncul ide agar Saracennews menjadi media Saracen untuk kampanye.

Sebelumnya pada tahun 2014 banyak akun media sosial yang menyerang Islam dan Prabowo. Jasriadi bersama rekan pendukung Prabowo merasa kesal dengan banyaknya akun yang mendeskreditkan Prabowo dan Islam ini. Hingga salah satu akun yang menurut mereka sudah kelewat batas dibajak oleh Jasriadi dan namanya diganti menjadi Saracen.

Tidak hanya itu, banyak juga akun milik pribadi yang dibajak oleh Jasriadi, diantaranya akun dari Thailand yang sering menyebar konten pornografi.  Jasriadi mengungkapkan telah membajak 150an akun yang cara membajak dia pelajari secara otodidak.

Komplotan ini banyak menyerang presiden Jokowi melalui ujaran kebencian dan fitnah. Kita tahu bahwa Jokowi adalah rival Prabowo di Pilpres 2014 yang lalu. Namun belum bisa mengatakan ada keterkaitan antara Prabowo dengan kelompok Saracen karena belum ada bukti yang kuat.

Pada Pilpres 2014 Jokowi banyak mendapat serangan melalui media. Salah satu yang paling kentara yaitu “Obor Rakyat”. Semua berita yang ada di media cetak ini mendeskreditkan Jokowi. Bersyukur banyak masyarakat yang tidak terpengaruh dengan konten HOAX dan Jokowi bersama tim berhasil menangkal, sehingga terpilih sebagai presiden RI yang ke-7.

Setelah terpilih sebagai presiden serangan penghinaan dan ujaran kebencian terhadap Jokowi masih berlangsung secara sistematis, terstruktur dan masif. Diantara pelakunya yaitu Sri Rahayu Ningsih anggota komplotan Saracen. Sebelum ditangkap di rumahnya di Desa Cipendawa, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Sri Rahayu pemilik akun facebook Ny Asmita kerab menyebarkan foto dan dan  konten yang mengandung sara terhadap suku dan etnis tertentu, menghina presiden dan menyebarkan berita HOAX.

Kita patut bersyukur karena polisi dapat menangkapi komplotan penjual jasa hate speech ini. Tidak bisa dibayangkan kalau mereka bebas bergerak menyebarkan kebencian. Apalagi sudah mendekati Pilpres 2019 tentu akan lebih agresif lagi menyerang Presiden Jokowi.


Pihak yang dirugikan tentu masyarakat yang menjadi  korban. Masyarakat tidak tahu apa-apa, tiba-tiba ikut membenci presiden akibat ulah komplotan Saracen.

Pengaruhnnya juga akan membesar seperti bola saju. Bisa jadi orang yang polos dan tidak tahu apa-apa mengakses informasi HOAX kemudian mempercayainya akan turut menyebarkan berita HOAX pula. Sehingga kelompok ini sangat berbahaya, bahkan lebih berbahaya dari teroris.

Korban kelompok teroris hanya masyarakat tertentu dan orang yang kebetulan berada di sekitar target operasi pengeboman, namun penyebar berita HOAX korbannya seluruh masyarakat Indonesia dan dunia.

Ke depan menjelang Pilpres penyebaran berita HOAX untuk kepentingan politik akan semakin kencang. Apalagi masih ada yang belum ikhlas Jokowi terpilih sebagai presiden sehingga akan melakukan segala cara agar Jokowi tidak terpilih lagi di periode ke-2.

Jangankan secara sembunyi-sembunyi, secara terang-terangan pun ada yang memfitnah Jokowi PKI yaitu Bambang Tri Mulyono, penulis buku Jokowi Undercover. Saat ini Bambang membekuk di tahanan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya yang divonis hakim 3 tahun penjara.

Kelompok penyebar HOAX tidak hanya Saracen tapi masih banyak komplotan lain dan akan terus berkembang seiring berjalannya waktu jika dibiarkan oleh aparat kepolisian. Semakin cepat ditindak akan semakin baik, karena penyebaran komplotan ini tidak terduga. Bisa saja perekrutan anggota mereka lebih cepat dari polisi yang menangani.

Kita tentu berharap persaingan Pilpres 2019 mendatang seperti pertandingan sepak bola antara Malaysia versus Indonesia pada perhelatan Sea Games 2017, Sabtu 26 Agustus 2017 yang lalu. Pertarungan berlangsung sangat seru, masing-masing tim saling menyerang untuk menjadi pemenang. Namun dibalik semua itu ada kepala dingin dan sportivitas. Tidak ada yang emosi dan tidak ada yang curang. Sehingga walau dewi fortuna belum berpihak kepada Timnas Indonesia, semua senang semua menang.

Sumber

Tidak ada komentar:
Write komentar