Kamis, 24 Agustus 2017

Ridwan Kamil frustasi Menghadapi PILGUB

Ridwan Kamil frustasi Menghadapi PILGUB

Berita Dunia Jitu - Ridwan Kamil nampaknya sudah mulai frustasi menghadapi detik-detik dimulainya Pemilihan Gubernur (pilgub) Jawa Barat 2018. Beberapa hari yang lalu, pria yang akrab disapa dengan Emil itu mengatakan cocok dengan Wali Kota Bogor, Bima Arya. Sebelumnya, terdapat lima partai yang berkoalisi tanpa melibatkan Partai Nasdem.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, lima partai tersebut yaitu Partai Demokrat (PD), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Hanura. Kelima bersepakat untuk berkoalisi tanpa menyebutkan nama calon Gubernur Jawa Barat 2018.

Selain itu, PDI Perjuangan dan Partai Golkar juga sempat mengeluarkan statmen untuk tidak mengusung Emil dalam perhelatan politik tersebut. Dua tanda-tanda politik tersebut sepertinya membuat Emil frustasi. Tiba-tiba saja, Emil mengungkapkan kecocokan dengan Wali Kota Bogor, Bima Arya.

Padahal kapasitas Bima Arya sangat jauh jika disandingan dengan Emil. Terlebih, Emil merupakan sosok yang modern. Sosok Bima Arya ini beberapa kali mencuat dengan aksinya. Info terakhir, Bima Arya mangamuk di pasar karena banyaknya parkir liar. Dari pemberitaan tersebut, sosok Bima Arya seolah menjadi orang yang menjadi tegas dalam penegakan aturan.

Akan tetapi, kita perlu mengingat sejumlah kejadian yang sempat dilakukan Bima Arya yang inkontitusional. Hal yang pertama dilakukan oleh Bima Arya adalah Bima Arya membubarkan peringatan Asyura. Peringatan tersebut merupakan peristiwa penting bagi kelompok Syiah dalam merenungi kesyahidan Imam Hussain. Serta dianggap salah satu ekspresi ibadah yang semestinya dijaga dan dijamin keamanannya.

Bahkan, Bima Arya juga mengeluarkan imbauan larangan peringatan Asyura merupakan keputusan rapat Musyawarah Pimpinan Daerah dan Majelis Ulama Indonesia Kota Bogor. Kejadian lainnya, yaitu menutup GKI Yasmin. Ketika pemimpin pemimpin daerah lain menyerukan toleransi, rekonsiliasi, dan perdamian. Bima Arya ngotot menyegel gereja itu.

Padahal, seperti kita tahu, Mahkamah Agung sudah mengeluarkan keputusan membatalkan pembekuan izin terhadap pembangunan GKI Yasmin di Bogor, Jawa Barat. Hasilnya? Tentu saja dengan tegas dan tanpa kompromi Bima Arya menolak. Dia bilang bahwa GKI Yasmin itu tidak ada. Hasilnya, GKI Yasmin dan kelompok Syiah itu dianggap menjadi pengganggu seluruh warga masyarakat Kota Bogor.

Hal serupa juga sempat terjadi di Kota Bandung. Sebelum bulan Desember 2016, Emil menjadi Wali Kota Bandung yang bungkam dan tutup telinga terhadap isu intoleran di Kota yang dia pimpin. Pertama, Emil bungkam saat puluhan masa menggugat IMB dalam pembangunan gereja. Kedua, Emil juga bungkam pementasan tubuh dari Wanggi dibubatkan oleh kepolisian.


Namun, ketika Bandung menjadi trending topik di twitter barulah Emil bertindak. Seolah berindak tegas pada beberapa perlakukan intoleran, padahal tidak. Perlakukan tersebut Emil perlihat pada agenda KKR di Sabuga. Emil dengan sigap menyuruh ormas Islam meminta maaf. Namun, ormas tersebut tidak melakukan permintaan maaf hingga saat ini.

Nampaknya, jika keduanya dipasangkan dan menang, Jawa Barat akan menjadi Provinsi Intoleran. Pada 10 tahun kepemimpinan Ahmad Heriawan telah terjadi pembiaran-pembiaran intoleransi. Sepanjang tahun 2016, sebanyak 97 pengaduan terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan masuk ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dari jumlah tersebut, Jawa Barat mendapat peringkat pertama sebagai provinsi dengan jumlah aduan terbanyak yakni 21 pengaduan. Pada 2015, Jawa Barat juga berada di posisi sama dengan 20 aduan.

Pada 2016 lalu, pengaduan terkait pembatasan dan perusakan tempat ibadah mendominasi dengan 44 pengaduan sedangkan sisanya terkait pelarangan ibadah atau kegiatan keagamaan. Beberapa aduan yang datang ari Jawa Barat di antaranya permasalahan GKI Yasmin di Bogor, penyegelan tujuh gereja di Cianjur, Permasalahan HKBP Filadelfia Bekasi, permasalahan sejumlah gereja di Kota Bandung, hingga temuan pemerasan di sejumlah gereja di Jawa Barat. Selain itu, ada pula pelarangan aktivitas KKR di Bandung, serta permasalahan eks Gafatar dan Jamaah Ahmadiyah Indonesia di Jawa Barat.

Dilihat dari aspek pelakunya, pemerintah daerah adalah pelaku yang paling banyak diadukan melakukan pelanggaran. Dari semua laporan yang masuk, 52 pengaduan mengarah ke pemerintah daerah. Fakta itu sangat memprihatinkan karena pemerintah yang seharusnya menjaga keberagaman malah menjadi pelaku pelanggaran. Apabila mengacu pada kajian Komnas HAM di enam daerah di Jawa Barat yakni Kota Bandung, Kota Bogor, Kota Bekasi, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Kuningan, ada tiga faktor utama yang membuat hal itu terjadi.

Sumber

Tidak ada komentar:
Write komentar