Kamis, 10 Agustus 2017
Pergeseran Bisnis E-commerce Indonesia Tren Online To Offline
Berita Dunia Jitu - Dalam kurun 10 tahun terakhir, bisnis perdagangan elektronik atau yang di kenal sebagai e-commerce di Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Beragam nama brand dan jenis perdagangan berbasis elektronik marak di internet Indonesia. Mereka menggunakan sarana website sebagai display atau barang jualan, hingga menggunakan aplikasi berbasis Android atau iOS sudah dirambah pula. Pelan-pelan mulai menggeser cuci mata di mall.
Manusia pada akhirnya mencari simplicity dan kemudahan karena pada dasarnya manusia tidak suka kerepotan, sehingga membuat para pebisnis e-commerce berlomba-lomba memanjakan pasar Indonesia.
Ketika berbicara tentang e-commerce, orang lebih mengenalnya sebagai toko online atau online store. Berbagai jenis barang dijual mulai dari barang retail sehari-hari hingga spesifik barang tertentu sesuai segmentasi pembelinya. Tingkat pertumbuhan e-commerce di Indonesia sangat tinggi dan cepat mengalami lonjakan karena dukungan penyebaran jalur internet serta penggunaan smartphone yang menggila di Indonesia.
Orang dapat dengan mudah mencari barang, jasa dan kebutuhan lain yang lebih spesifik melalui berbagai online store atau sistem yang ada, dari yang mendominasi pasar hingga marketplace yang baru. Tidak hanya barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti kebutuhan sehari-hari atau rumah tangga yang biasanya bergelut dengan fashion, household atau kebutuhan lain yang dapat dibeli secara online, namun sudah menambah bidang lain seperti tiket, travel hingga ke paket wisata. Orang mengenal beberapa nama yang malang melintang di perdagangan elektronik seperti Lazada, Zalora, Traveloka, Bhinneka, TiketKAI.com, Tiket.com, Tokopedia, Elevenia, Plasamall.com, JadiPergi.com bahkan e-commerce dunia yang sudah masuk ke Indonesia seperti Aliexpress dan Alibaba yang telah mengakuisisi ritel online Indonesia Lazada dan bertarung dengan e-commerce lokal.
Bisnis e-commerce di atas lebih banyak didominasi jenis B2C atau business to consumer atau retail karena menyasar langsung kepada konsumen yang lebih melek teknologi untuk melakukan transaksi pembelian. Hanya menggunakan tiga langkah mudah saja, browse, choose dan pay, semua dilakukan secara online dan barang akan segera tiba di tangan.
Namun era B2C yang menyasar konsumen secara langsung mulai jenuh karena banyaknya pemain di sektor ini dan mulai bergeser ke ranah offline alias konsumen yang belum tersentuh sistem online karena keterbatasan penyebaran, media dan teknologi. Masih kisaran 80 juta orang atau sekitar 30% dari total penduduk Indonesia yang baru menggunakan e-commerce dalam hidupnya, dengan nilai transaksi mencapai Rp 220 triliun dan akan terus tumbuh tiap tahun mencapai 40%. Sungguh angka yang wow di bisnis ini.
Pertarungan di pasar offline menyisakan nilai potensi yang sangat besar, ada lebih kurang 100 juta penduduk yang belum tersentuh pasar ini dan satu-satunya jalan adalah merambahnya secara offline dengan jaringan dan distribusi yang kuat.
O2O (Online to Offline) adalah Bisnis Masa Depan
Meski konsep model bisnis O2O belum menemukan pola yang baik, masih ada 100an juta penduduk Indonesia yang belum disasar pasar online, terutama didaerah-daerah yang belum memiliki penetrasi internet yang merata atau penggunaan smartphone. Untuk terjun langsung di pasar ini akan membutuhkan banyak usaha, selain untuk promosi juga infrastruktur lain termasuk jaringan distribusi atau logistiknya. Khusus jaringan logistik saat ini masih mengharapkan pada nama besar JNE dan PT Pos sebagai pemain distribusi logistik yang dapat menjangkau pelosok Indonesia.
Masa depan dari O2O adalah omni-channel retailing. Pelanggan dapat memesan dari mana saja (online, mobile, offline, social, dan sebagainya) dan produk yang dipesan bisa diantar via channel manapun dan kapanpun. Kebutuhan ini akan muncul, terlepas dari keragaman kultur yang dimiliki Indonesia. Konsep sederhana dari O2o ini adalah belinya melalui online menggunakan channel apapun atau membeli langsung ke outlet jaringan di daerah dan membayarnya langsung. Yang disasar dari market ini adalah unbanking people atau orang-orang yang belum menggunakan perbankan untuk transaksi atau belum menggunakan internet dengan merata karena keterbatasan infrastruktur. Segmen ini masih besar di Indonesia terutama didaerah-daerah.
Untuk cakupan pasar O2O ini dibutuhkan suatu jaringan yang sudah terbangun dengan baik, khususnya jaringan yang secara offline sudah menyebar di wilayah Indonesia, stabil dan kesiapan infrastruktur yang baik. Dari sekian banyak pemain yang mencoba di pasar O2O ini hanya beberapa saja yang mulai terlihat, selain jaringan distribusinya yang ada di daerah juga karena mereka sudah membangun jaringan dengan baik. Salah satunya adalah MatahariMall.com yang sudah punya jaringan department store di daerah yang sudah berdiri lama dan tersebar luas di Indonesia.
Segmen lain yang ramai menggunakan konsep O2O di Indonesia datang dari jasa on-demand di sektor transportasi (Uber, GrabTaxi, Go-Jek), jasa pesan-antar makanan dan grocery (Foodpanda, Happy Fresh). Nama-nama lain seperti Kudo dan Bukalapak juga mulai merambah bisnis dengan konsep O2O ini. Dua nama terakhir ini, Kudo yang dibeli Grab dengan nilai akuisisi Rp 9,3 triliun dan Bukalapak yang dibeli EMTEK (PT Elang Mahkota Teknologi Tbk) dengan nilai total Rp 2,8 triliun, belum berhasil merambah sektor offline melalui konsep O2O ini.
Ada lagi pemain O2O yang mulai merambah sektor ini, saya temui nama Sentra Bisnis FASTPAY yang punya jaringan mitra hingga 90 ribu lebih di seluruh wilayah Indonesia hingga ke pelosok daerah (cek di www.fastpay.co.id). Mereka namakan mitra tersebut sebagai outlet Toko Modern FASTPAY, yang awalnya outlet layanan pembayaran tagihan yang kemudian berubah secara masif bertransformasi menjadi outlet dengan berbagai layanan. Salah satu layanan yang terlihat dari jaringan FASTPAY ini adalah penjualan barang dari para suppliernya.
Konsep O2O ini juga dijalankan dalam lingkungan bisnis Sentra Bisnis FASTPAY dengan menggunakan mitranya untuk perluasan jaringan distribusi barang kepada pelanggan-pelanggan outlet. Konsumen cukup datang ke outlet FASTPAY dan melakukan pembelian barang disana, bayar tunai dan barang akan dikirimkan oleh supplier yang sudah bekerjasama dengan FASTPAY dan menggunakan jaringan JNE untuk saat ini. Perluasan jaringan mitra masih terus dilakukan oleh FASTPAY ini. Potensi bisnisnya sangat besar dengan banyaknya layanan yang dapat dijalankan sebagai daya tarik masyarakat Indonesia untuk mulai menjalani bisnis.
Adopsi model O2O ini masih belum menemukan bentuk yang baik untuk diterapkan di Indonesia, masih banyak perbaikan yang harus dilakukan. Hal yang akan mempengaruhi adopsi omni-channel ini berhasil dengan baik adalah tingkat kematangan atau kesiapan infrastruktur e-commerce, jaringan yang luas serta stabil, promosi yang baik dalam jaringannya dan distribusi logistik yang merata. Bila bentuk ini sudah didapat oleh para pemain O2O, mereka bisa menjadi raja untuk menguasai sisa pasar yang ada. China yang telah berhasil menerapkan konsep O2O ini dapat menjadi rujukan atau contoh bagi para pemain O2O di Indonesia.
Sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Write komentar