Sabtu, 12 Agustus 2017
Merenungkan Curhatan Johannes Marliem
Berita Dunia Jitu - Kematian saksi kunci, Johannes Marliem, memang menjadi sebuah kekeliruan dan kesalahan fatal dalam pengungkapan kasus mega korupsi E-KTP. Kesalahan bukan persoalan bagaimana kasus ini akan diusut, melainkan karena pada akhirnya, Johannes harus mengakhiri nyawanya. Diblowupnya Johannes sebagai seorang saksi kunci pada akhirnya berakhir tidak mengenakkan.
Johannes Marliem yang disebut sebagai saksi kunci kasus korupsi e-KTP, dikabarkan tewas di kediamannya di Los Angeles (LA), Amerika Serikat (AS). Johannes sampai saat ini diduga menembak dirinya sendiri. Kebenaran apakah memang bunuh diri atau tidak hingga saat ini masih menjadi pertanyaan. Ada dugaan bahwa Johannes mengalami teror terkait statusnya sebagai saksi kunci.
Teror yang dialami oleh Johannes bukanlah isapan jempol. Johannes ternyata pernah menyampaikan curhatannya terkait statusnya sebagai saksi kunci yang dibuka-buka ke media. sempat mengungkapkan kekecewaannya pada pimpinan KPK dan sebuah media massa lantaran pemberitaan yang membuat nyawanya terancam.
Berikut curhatan Johannes yang dikutip dari sini..
“Saya tidak mau dipublikasi begini sebagai saksi. Malah sekarang bisa-bisa nyawa saya terancam,” ujarnya.
“Seharusnya penyidikan saya itu rahasia. Masa saksi dibuka-buka begitu di media. Apa saya enggak jadi bual-bualan pihak yang merasa dirugikan? Makanya saya itu kecewa betul,” imbuh Marliem mengomentari bocornya kepemilikan rekaman pembicaraan terkait pembahasan proyek e-KTP.
“Jadi tolong jangan diplintir lagi. Saya tidak ada kepentingan soal rekaman. Dan ada rekaman SN (Setya Novanto) atau tidak, saya juga tidak tahu. Namanya juga catatan saya,” ucap Marliem.
Johannes sepertinya sangat kecewa karena statusnya sebagai saksi kunci malah diberitakan dengan sangat provokatif dan bahkan dengan ditambah-tambahin serta diplintir. Johannes mengeluh seperti ini tentu saja bukan tanpa alasan. Dia pastinya sudah mulai merasakan adanya ancaman-ancaman tersebut karena namanya sudah dipublikasikan.
Kekeliruan pimpinan KPK dan sebuah media, yang kalau tidak salah adalah TEMPO, untuk mebukakan statusnya dan bahkan dengan bahasan yang provokatif menyebut bahwa punya bukti rekaman terhadap keterkaitan kasus ini memang tidak bisa ditollerir lagi. Johannes sudah kepalang tanggung menjadi sasaran tembak.
Sayangnya, keputusan mengamankan Johannes terlambat dan kini Johannes sudah keburu mengakhiri hidupnya. Mengakhiri dengan cara tragis membunuh dirinya atau bisa dikatakan dibunuh dengan teror dan ancaman. Sebuah kesalahan yang tidak lagi bisa diperbaiki.
Hal ini sebaiknya dan seharusnya menjadi sebuah perenungan yang dalam kepada KPK dan media yang dimasudkan oleh Johannes tersebut. Kerahasiaan dan juga pernyataan-pernyataan tidak perlu diplintir dan diprovokasi sedemikian rupa sehingga yang akhirnya terancam adalah Johannes sendiri.
Kaidah-kaidah kerahasiaan saksi kunci sepertinya memang sudah dilanggar dalam hal ini. Saksi kunci dan diblowup memiliki bukti kuat sebesar 500 GB tentu saja akan memancing siapa saja untuk menyerang Johannes. Bukan ke KPK, bukan juga ke media massa tersebut. Karena tidak ada gunanya menyasar mereka.
Kini nasi sudah menjadi bubur basi dan tidak bisa diolah menjadi bubur ayam. KPK dan media tersebut kiranya mau belajar dan tidak lagi gegabah menyangkutpautkan nama seseorang sebagai saksi kunci tanpa perlindungan yang ketat. Nyawa adalah ancamannya dan sudah terjadi kepada Johannes.
Lalu apa lagi yang bisa kita harapkan?? Berharap bahwa kasus ini akan segera bisa diungkapkan?? Apakah berpikir kalau kasus-kasus seperti ini akan dengan mudah diungkapkan?? Maryam saja sampai saat ini tidak akan pernah mau jujur dan terbuka lagi. Karena ancaman bagi mereka-mereka ini sudah sangat mengerikan.
Kasus ini benar-benar horor. Entah bagaimana ujungnya. Tetapi kalau ini melibatkan orang-orang di Amerika Serikat, maka hal-hal aneh dan tidak mungki bisa saja terjadi. Keraguan pun kini memenuhi pikiran saya. Saya jadi ragu kasus ini akan selesai. Karena kematian Johannes akan menjadi pesan berantai bagi siapa pun.
Mampukah KPK menguak kasus ini?? Akankah kita bisa mengharapkan KPK dan media yang katanya investigatif tersebut untuk mengungkap lagi fakta-fakta kasus ini?? Ataukah semuanya akan menguap begitu saja seperti kasus Antasari dan Munir??
Sudah saatnya dihentikan hal-hal yang provokatif di luar persidangan, supaya hal-hal seperti ini tidak lagi perlu terjadi. Kasus ini memang benar-benar horor.
Sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Write komentar