Berita Dunia Jitu - ketika kita memikirkan perihal elit, terutama elit politik dalam hal ini oknum, maka yang muncul pertama kali dalam pikiran kita ialah sifat jahat mereka, karena mereka telah jahat sejak dalam pikiran. jahat dalam hal mendayagunakan status quo yang dimiliki untuk mengelabui rakyat yang katanya diwakili.
Jahat sendiri ialah salah satu sifat dan produk manusia yang mengalami degradasi moral dan kedangkalan nalar. Jahat yang akan dibahas disini ialah Korupsi yang masuk dalam kategori kejahatan luar biasa di Indonesia, yang seakan telah menjadi budaya dalam negara. Kita sering menyaksikan di media cetak maupun elektronik yang setiap harinya menyajikan kasus-kasus korupsi, baik korupsi yang dilakukan oleh stakeholder paling bawah dalam pemerintahan, sampai kalangan yang memiliki kekuasaan tertinggi.
Untungnya, budaya basi yang disajikan oleh media seperti kasus-kasus korupsi, masih memiliki pasar yang cukup subur untuk kita nikmati bersama-sama. Baik yang berdimensi politik, ekonomi, budaya, pendidikan, bahkan menyangkut keagamaan sekalipun.
Karena kita memang telah terbiasa untuk menikmati dan menyaksikan apa yang disajikan oleh media, misalnya kasus-kasus korupsi di indonesia, bahkan sampai menjadi bahan untuk kita diskusikan dan perdebatkan diberbagai ruang, baik dalam ruang kelas, warung kopi, maupun di sosial media, karena kita sadar implikasi dari korupsi ialah menghambat kesejahteraan kita bersama. Atau karena mungkin kita adalah penganut salah seorang filsuf yunani Plato yang mengatakan “bahwa persoalannya bukan apa yang kita makan tetapi bagaimana cara kita memandang dan menyikapi makanan”.
Kembali fokus kepada kasus korupsi, Dilansir dari cnnindonesia.com, Berdasarkan data yang dikeluarkan Mahkamah Agung, penanganan kasus korupsi sepanjang tahun 2016 yang lalu mencapai 453 perkara, menempati urutan kedua setelah kasus narkotik. Sementara kasus narkotik mencapai 800 perkara. Waw, data yang fantastis bukan?, dan dari data tersebut tak banyak dari kaum elite politik maupun para stakeholder yang terjaring kasus korupsi.
Masih segar dalam ingatan tentang kasus korupsi E-KTP yang saat ini masih berjalan dan diusut oleh lembaga anti rasuah KPK, yang diduga banyak dilakukan oleh para politisi yang menjabat di senayan atau sebagai representasi rakyat. Mereka di diduga melakukan korupsi berjamaah dalam kasus tersebut dan meraup kerugian negara berjumlah triliyunan rupiah. Serta masih banyak lagi kasus-kasus korupsi yang melanda dan menggorogoti republik ini yang tak habis-habisnya untuk kita perbincangkan.
Lantas, Disini yang salah sebenarnya apanya? Sistem kenegaraan yang belum lengkap, atau karena minimnya kesadaran pribadi masing-masing? Karena jika kita kembali mengingat dan membuka literatur kepustakaan pasca awal kemerdekaan atau rezim terdahulu, tak banyak kaum elite politik terutama stakeholder yang melakukan korupsi, karena mereka memiliki ketebalan iman dan kesadaran untuk bersama untuk mensejahterakan dan memajukan bangsa, yang dimana suasana saat itu belum memiliki sistem politik dalam dinamika bernegara yang belum lengkap seperti sekarang ini, tetapi karena pribadinya baik, hasilnya pun baik.
Dan hal yang paling fundamental, yang harus dilakukan bersama ialah bagaimana cara kita menggali dan mendayagunakan kesadaran historis-rasional terhadap fenomena kepustakaan masa silam kemudian di diperbarui dan di gunakan di masa sekarang, sehingga niscaya akan dijumpai hasil yang lebih baik dan tidak kacau. contohnya korupsi yang telah menjadi budaya basi yang susah untuk dihilangkan di republik ini.
Itulah sedikit tentang realita dalam dinamika bernegara di negara hukum demokratik seperti Indonesia, yang memiliki budaya dahsyat seperti korupsi. Teringat dengan tulisan salah satu founding fathers bangsa, Mohammad Hatta dalam bukunya Kedaulatan rakyat, Otonomi, dan Demokrasi, “bahwa Indonesia yang adil akan tercapai, jika rakyat indonesia seluruhya merasa hidup bahagia dan sejahtera, merasakan keadilan dalam segala lapangan hidupnya”. Dan faktor yang menjadi penghambat tercapainya hal tersebut ialah budaya korupsi yang sangat susah untuk dihilangkan oleh para khalayak terutama yang memilki jabatan dan kekuasaan.
Karenanya itu, marilah kita sama-sama untuk memberantas serta menghilangkan korupsi yang membudaya yang dimulai dari kesadaran diri masing masing agar tercipta kesejahteraan bersama dalam berbagai lini kehidupan dalam berbangsa dan bernegara. Karena, adalah hal yang tak baik mempertahankan budaya yang tak etis yang implikasinya hanya akan mensejahterakan dan membahagiakan segelintir orang saja.
Sumber
Tidak ada komentar:
Write komentar