Senin, 14 Agustus 2017
72 Tahun Merdeka ,Ahok Dipenjara Merupakan Tragedi Memalukan Indonesia
Berita Dunia Jitu - Tinggal beberapa hari lagi kita usia kemerdekaan kita bertambah menjadi tujuh puluh dua tahun, itu bukan waktu yang singkat tetapi sebagai sebuah bangsa mari kita berbenah dengan berlaku adil kepada siapapun itu, walaupun orang itu kubu sebelah (sumbu pendek) atau tidak segolongan denganmu. Sebab diusia ini keadilan tak seharusnya bias tak seharusnya pula tunduk pada tekanan massa.
Harus diakui (suka atau tidak suka, mau atau tidak mau) bahwa majelis hakim bekerja di bawah tekanan gelombang massa yang sejak awal memberikan tekanan dan mendesak pemenjaraan Basuki, vonis hakim atas Basuki tersebut sekaligus mempertegas bahwa delik penodaan agama sangat rentan dijadikan alat untuk menekan kelompok kepentingan manapun.
Lantas dengan memenjarakan Ahok persolan bangsa ini tuntas? Jawabannya adalah justru menambah persoalan baru yang sejak dulu tak ada masalah sema sekali, walaupun terkadang ada kampanye hitam yang dilakukan oleh mereka yang haus akan kekuasaan dan cenderung mengahalalkan segala cara demi memuaskan hawa nafsu politiknya.
Sejak lahirnya NKRI tahun 1945, negara telah menjunjung tinggi pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM). Nah, hak memberikan suara atau memilih (right to vote) merupakan hak dasar(basic right) setiap individu atau warga negara yang harus dijamin pemenuhannya oleh Negara. Ketentuan ini diatur untuk adanya diskirminasi mengenai ras, kekayaan, agama dan keturunan.
Selain itu, hak dipilih secara tersurat diatur dalam UUD 1945 mulai Pasal 27 ayat (1) dan (2); Pasal 28, Pasal 28D ayat (3), Pasal 28E ayat (3). Pengaturan ini menegaskan bahwa negara harus memenuhi hak asasi setiap warga negaranya, khusunya dalam keterlibatan pemerintahan untuk dipilih dalam event pesta demokrasi yang meliputi Pemilu, Pilpres dan Pilkada.
Ketentuan di atas ditujukan untuk menegaskan bahwa hak politik, memilih dan di pilih merupakan hak asasi. Pembatasan, penyimpangan, peniadaan dan penghapusan hak tersebut merupakan bentuk pelanggaran hak asasi warga negara. Lantas mengapa Ahok lalu dipenjara? Hal ini akibat tekanan massa yang memaksakann kehendak mereka untuk menggunakan dan menjadikan penafsiran tunggal dalam kasus ahok sebagai landasan acuan dalam mengadili Ahok.
Apakah Ahok tidak mempunyai daya dalam persolan ini? Padahal sebelumnya secara gamblang Ahok sudah menyampaikan kepada kepada semua umat Islam atau kepada yang merasa tersinggung (sebab tak semua yang beragama Islam punya penafsiran yang sama dengan mereka yang berjilid-jilid itu) ia sampaikan permohononan maaf dan meluruskan penafsiran yang saat itu gencar dilakukan oleh pihak-pihak yang menjadikan kasus tersebut sebagai senjata,
Padahal jika dilihat persolan salah satu ayat (penafsiran) dalam kitab suci ini, mempunyai andil besar dalam kannca perpolitikan dan Ahok merasakann hal tersebut, penafsiran ayat tersebut berlaku jika ada kepentingan begitupula penafsiran itu gugur ketika ada kepentingan pula.
Oleh sebab itu, kita harus memahami Ahok yang posisinya saat itu diseret oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam menggunakan penafsiran tersebut untuk memulai permainan kotor yang menncederai hak-hak warga negara Ahok. Sehingga Ahok menginngatkan kita akan hak-hak tersebut lewat pembelaanya dalam pidato di Kepulauan Seribu.
Bagaimana bisa Ahok menjauhi isu agama selama menjelang dan saat pilkada DKI Jakarta jika pihak lawan menggunakan latar belakang Ahok (SARA) dalam menjalankan penafsiran tersebut. Saya kaget saja melihat Reaksi Fahri Hamzah, seakan-akan PKS pada waktu yang sama tunduk pada penafsiran (tidak memilih pemimpin non muslim). Buktinya, Samson Atapary-Suhfi Majid (kader PKS Maluku) yang bertarung dalam Pilkada Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) keduanya di sokong oleh PDIP dan PKS.
Dengan mendukung Samson Atapary sebagai Calon Bupati SBB kala itu menunjukan bahwa penafsiran ayat tersbut tidak berlaku ketika PKS berkepentingan, hal yang serupa juga dilakukan oleh partai yang katanya bernafaskan Islam diberbagai daerah. Lantas apa yang memalukan bagi bangsa ini, yang memalukan kita sebagai bangsa adalah menjadikan ayat-ayat suci sebagai alat pemuas sahwat politik kita.
Ahok sudah dipenjara, apa hendak dikata, nasi sudah jadi bubur tinnggal bagaimana kita sajikan bubur ini agar terasa nikmat seadanya. Dari peristiwa Ahok kita seharusnya malu sebab tujuh puluh dua tahu kemerdekaan bangsa ini kita mengalami kemunduran dalam bernegara.
Sekali lagi, dari kasus Ahok kita seharusnya malu sebagai sebuah bangsa, sebab dibangsa kita lahir parati politik yang mementingkan kepentingannya dari pada sebuah keutuhan bangsa bahkan dibangsa kita lahir juga partai-partai yang menjadikan agama sebagai simbol dalam nama dan lambangnya tetapi sikap dan tindakan politiknya sama sekali jauh dari yang namanya agama.
Sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Write komentar