Jumat, 10 November 2017

Anies - Sandi Dan Mereka Yang Gagal Move On

Anies - Sandi Dan Mereka Yang Gagal Move On

Berita Dunia Jitu - Menarik untuk menyimak perilaku dari mereka yang masih belum bisa move on terhadap terpilihnya Anies – Sandi di tampuk kekuasaan Jakarta. Cibiran kepada Anies langsung terlontar manakala kata “pribumi” muncul di pidato selepas pelantikannya.

Dengan hanya modal satu kata tersebut, para kontraners Anies ramai-ramai menghantam sang Gubernur yang baru saja menjabat. Lontaran ‘gubernur rasis’ langsung disematkannya, tanpa mau mendalami terlebih dahulu konteks dari keseluruhan isi pidato.

Setelah kejadian tersebut, para kontraners ini seakan-akan langsung pasang mata dan telinga untuk mencari kesalahan dari setiap gerak-gerik Anies - Sandi. Kesalahan yang ditemukan, walau sekecil apapun, akan diramu untuk jadi bahan ejekan yang tujuannya adalah untuk mendowngrade sang Gubernur dan Wakil Gubernur baru.

Maka tidaklah heran kemudian muncul plesetan ‘Gabener dan Wagabenr’. Juga muncul istilah ‘kue lapis untuk rumah lapis’. Apalagi Anies – Sandi yang minim atau bahkan tanpa pengalaman dalam memimpin suatu wilayah, terlihat masih gamang menghadapi insan pers saat menjelaskan kebijakannya untuk Kota Jakarta. Tidak mengherankan, kemudian banyak bermunculan meme-meme yang mengoolok-olok mereka.

Kemungkinan, mereka belum bisa move on sebagai akibat terlalu mendramatisir kekalahan Ahok dan meyakini bahwa kekalahan tersebut terjadi karena proses yang tidak wajar. Bahwa Ahok kalah karena lawan jual ayat dan stop mandiin mayat.

Meskipun mungkin ada pengaruhnya, namun sejatinya bukan itu penyebab utama kekalahannya. Ahok kalah karena memang orang yang tidak mau dia menjabat Gubernur lagi, lebih banyak dibanding yang masih menginginkannya. Sesederhana itu.

Penulis tidak tahu pasti kapan para kontraners tersebut bisa move on dan berhenti ngulikin dan mendramatisir kesalahan-kesalahan kecil Anies – Sandi. Namun begitu, tidak perlu ada yang dikawatirkan terhadap aksi-aksi mereka. Karena, para kontraners adalah kaum waras, yang percaya bumi itu bundar, sehingga apapun yang mereka lakukan tetap masih dalam koridor kewajaran. Jadi teruslah bekerja dengan amanah.

Tantangan Anieas sebagai Gubernur DKI memang banyak dan kompleks, mulai dari pemenuhan janji-janji kampanye, penataan kota yang mulai semrawut lagi. Para pekerja yang masih belum puas terhadap kenaikan UMP, serta yang utama adalah meningkatkan kualitas sosial-ekonomi warga Jakarta.

Namun begitu, sebenarnya ada tantangan lain lebih besar yang harus dihadapi oleh Anis – Sandi. Tantangan besar tersebut justru datang dari para pendukung yang masih belum bisa move on. Malah terkesan mereka tidak mau move on dan ingin terus ikut berpesta kemenangan.


Meski jumlahnya sedikit, namun orang – orang ini sebenarnya patut diwaspadai karena berpotensi merongrong pemerintahan Anis-Sandi. Mereka ini adalah kelompok yang paling merasa berjasa dalam menggotong Anies ke kursi empuk Gubernur. Mereka bagian dari dari kelompok pergerakan GNPF-MUI.

Memang, sebagian besar tokoh dan ulama dari gerakan tersebut yang berjumlah tujuh juta umat sebetulnya sudah move on, setelah Ahok dinyatakan kalah oleh KPU dan oleh pengadilan. (Note: Jumlah tujuh juta sebenarnya salah, terlalu dibesar-besarkan. Namun, karena angka tersebut sering diucapkan dan dituliskan diberbagai media sosial, maka kita anggap benar saja).

Para tokoh tersebut langsung menjauh dari dunia politik praktis. Mereka merasa sudah selesai dalam menyuarakan kebenaran dan tidak perlu lagi ikut berpesta dan bereforia dalam kemenangan Anis-Sandi.

Sebaiknya Anis-Sandi harus mewaspadai orang-orang yang secara terus menerus meminta ‘perhatiannya’. Bahkan dengan rasa kecewa, mereka sudah mencap Anies bagaikan kacang lupa kulitnya, hanya karena tidak mendatangi peringatan 411. Mereka ini menginginkan agar Anies terus bersama dalam gerak dan ideologi.

Anis-Sandi harus bisa melepas jeratan dari para pendukung yang gagal move on ini, agar tidak terkungkung oleh mereka. Harus tegas berani mengambil jarak dan menempatkan diri berdiri di tengah-tengah rakyat Jakarta yang heterogen.

Penulis berharap, Anies, yang pada minggu pertama kepemimpinannya sudah ‘nekat’ datang untuk meresmikan gereja dan pura, menunjukan bahwa dia masih tetap seperti yang dulu. Seorang yang moderat dan pluralis. Semoga Gubernur Anies bisa menempatkan diri sebagai pemimpin seluruh lapisan masyarakakan, sehingga mampu membawa kebaikan dan kemajuan bagi seluruh rakyat Jakarta. Sekian.

Sumber

Tidak ada komentar:
Write komentar