Sabtu, 28 Oktober 2017

Jokowi Membungkam Jenderal, SBY, Di Jadikan Lelucon

Jokowi Membungkam Jenderal, SBY, Di Jadikan Lelucon

Berita Dunia JItu - Bagi seorang jenderal TNI, adu strategi sudah menjadi santapan. Tidak hanya di militer, di politik pun kiranya tidak jauh berbeda, strategi sangat diperlukan baik pertahanan maupun penyerangan. Jadi tidak heran jika SBY patut diacungi jempol dalam mempertahankan kekuasaannya sampai dua periode.

Tetapi ada kelemahan ketika seorang jenderal membawa strategi perang ke ranah politik. SBY sangat jeli dalam hal ini, sehingga dia tidak serta merta menunjukkan strategi perang ke ranah politik. Justru sebaliknya, ia menyembunyikan dan menunjukkan seorang jenderal yang penuh keraguan dalam mengambil keputusan, mudah mewek dan prihatin ketika diserang. Padahal di belakang, membekuk lawan dengan keras sampai tidak berani menunjukkan giginya.

Lihatlah ketika dia presiden, membungkam orang miskin dengan menggelontorkan bantuan langsung tunai, memaksanya terlena padahal sebenarnya mulut dan otaknya disumpal. Itulah kenapa tidak ada yang berontak. Layaknya anjing kalau sudah dikasih makan, jangankan menyalak, malah tertidur pulas kekenyangan.

Cara itu pula yang dia terapkan terhadap mereka yang tidak puas dengan suapan, yang tetap berontak. Dia tidak menyerang, melainkan menjadikan dirinya yang terdzolimi, sehingga pada akhirnya penyerang akan diserang dari pihak lain. itulah kenapa dia selalu prihatin.

Dan paling kejinya adalah membiarkan musuh Indonesia menggerogoti bangsa ini, yaitu HTI dan ormas radikal, para koruptor dan pengemplang pajak, yang penting tidak mengganggu kekuasaannya. HTI berkembang di era SBY, tetapi tidak ada sedikit pun aksi dari pemerintah. Pemerintah pun tidak berkutik di hadapan ormas yang dengan sesukanya melakukan sweeping karena tidak ada undang-undang sebagai dasar penindakannya. Yah dia menabung penyakit kronis di eranya.

Jokowi mempermalukan SBY

Hambalang adalah saksi bisu yang tertawa paling lantang menyaksikan muka SBY disiram dengan air garam. Jokowi tidak menuduh SBY sebagai biang dari proyek mangkrak itu, tidak. Dia juga tidak mengucapkan tanda keprihatinan. Melainkan menumpahkan kegeraman dan kekecewaannya dengan galengan kepala. Jenderal dipermalukan dengan sekali geleng kepala.

Bukan hanya proyek Hambalang, masih banyak lagi. Ada waduk dan bendungan mangkrak, proyek tol mangkrak, dan lain-lain yang mangkrak. Dan anehnya, Jokowi tidak pernah sekalipun menyalahkan pemerintahan sebelumnya secara langsung. Dia hanya memberitahukan ke masyarakat bahwa proyek ini sudah sekian tahun terbengkalai, proyek itu sudah sekian tahun tak terurus. Cara seperti ini sangat baik menurut saya.

Kalaupun ada pihak-pihak yang merasa disalahkan, itu terjadi karena mereka memang sudah salah. Jokowi tidak sedang mencari-cari kesalahan mereka, melainkan memperbaiki kesalahan yang pernah mereka buat. Rakyat pun jadi tahu bahwa ada banyak hal yang tidak beres sebelumnya, ternyata tidak semerdu nyanyian SBY.

Dua terakhir yang menghebohkan adalah Trans Sulsel Groundbreaking 3 kali dan Mandalika. Ceritanya Trans Sulsel sudah digroundbreaking tiga kali pada masa pemerintahan SBY, baru pada masa Jokowi mulai dikerjakan dan sudah membuahkan hasil 12 km. Saat setelah Jokowi menceritakan tentang Trans Sulsel ini, para hadirin di Rembuk Nasional 3 tahun pemerintahan Jokowi itu tertawa. Padahal, tidak ada yang lucu, malah memprihatinkan. Tetapi saya paham kenapa mereka tertawa, karena mereka sedang menikmati rasa malu SBY yang bagai badut gagal melucu.

Kemudian Mandalika, yang sudah direncanakan sebagai destinasi wisata 29 tahun lalu, diresmikan oleh SBY pada 2011, baru selesai tahun 2017 di era pemerintahan Jokowi. Orang fokus pada angka 29 tahun, tidak pernah membayangkan bahwa kenapa sejak diresmikan pembangunannya tidak selesai-selesai. Jokowi memang gesit. Dia tidak menyalahkan SBY, melainkan Shoeharto. Sindiran yang sangat menggelikan. Bagai gayung bersambut, vlog Jokowi ditanggapi SBY melalui Twitter. Akhirnya publik tahu bahwa Mandalika bukan kegagalan Shoeharto melainkan kegagalan SBY. SBY kembali dipermalukan, dan kali ini terpaksa mempermalukan diri sendiri.


Belum lagi kalau kita mau membandingkan hasil kerja Jokowi dengan hasil kerja SBY, tambah malu kita punya barang. Jangan coba membandingkan dinasti kekuasaan, Jokowi dan SBY itu bagai langit dan kuburan; SBY menyeret anaknya ke dunia politik, Jokowi menjauhkan anaknya dari politik; SBY menimang anaknya bagai menimang bayi, Jokowi memberi keleluasaan kepada anaknya untuk siap menghadapi kerasnya persaingan usaha sebagaimana dulu ia alami.

Penakut itu SBY bukan Jokowi

Perppu no. 2 tahun 2017 adalah puncak kegagahan dan ketangguhan Jokowi setelah memerintah Indonesia 3 tahun belakangan ini. Tidak tanggung-tanggung, Jokowi menjatuhkan HTI, FPI dan yang sejenis pada saat yang bersamaan dengan disahkannya perppu no. 2 tahun 2017 menjadi undang-undang. Memang yang pertama dibumi-hanguskan adalah HTI, tetapi sekaligus memaksa FPI mendekam ketakutan.

Bila Anda mau kilas balik beberapa tahun lalu, ketika ada desakan pembubaran FPI, bagai memaksa Rizieq pulang dari Arab, sama-sama merugikan. Bila dibubarkan, maka pemerintah tidak punya dasar, tetapi jika dibiarkan akan ngelunjak semakin bertingkah. Benar saja, pemerintah tidak berkutik, malah ketakutan.

Tetapi pada masa Jokowi, meskipun mereka sukses di Jakarta, jangan coba-coba lagi. Saya kira, sekali saja FPI melakukan sweeping akan langsung dibubarkan. SBY tidak cukup tangguh untuk melakukan hal seperti ini. Padahal jenderal loh SBY.

Nah… entah SBY sudah kehilangan kejantanannya, entah ingin mengemis dukungan kepada anaknya yang sedang membangun citra politik, dia ke istana hari ini. Katanya membahas perppu ormas. Apa yang mau dibahas? Kita juga tidak tahu. Tapi kalau SBY mau menasihati Jokowi, rasanya tidak. Tetapi apa pun itu, yang jelas SBY tampak semakin penakut dari Jokowi.

SBY mengakui kinerja Jokowi, kali ini dia gentlemen

Dalam rangka 3 tahun pemerintahan Jokowi, SBY, sebagai orang nomor satu di Demokrat, mengapresiasi positif kinerja Jokowi. Suatu pengakuan yang mungkin tidak akan pernah didapatkan dari para pengikutnya. Yah meskipun ada catatan penting, karena memang sudah seharusnya. Sebagai partai politik sudah seharusnya mengoreksi kinerja pemerintah.

SBY menunjukkan jiwa kenegarawanannya, yaitu mengapresiasi positif hasil karya pemerintah dan memberi catatan (kritikan) pada kekurangan-kekurangan yang masih ada. Selain itu, SBY memang pantas berterima kasih, karena Jokowi telah menanggung dengan perkasa kegagalan yang ia tinggalkan. Ia sadar (kalau benar sadar) bahwa beban yang ia tinggalkan di pundak Jokowi itu tidak ringan, tidak seringan mengucapkan prihatin.

Terakhir. Bagi saya, SBY, dengan segala intrik politiknya, kali ini tidak berdaya di hadapan Jokowi. Tetapi harus diingatkan bahwa meskipun posisi Jokowi saat ini berada di atas angin, jangan terlena. Masih banyak misi yang belum selesai, sementara singa jomblo sudah siap-siap menerkam di seberang sana.

Sumber

Tidak ada komentar:
Write komentar